Bisnis.com, JAKARTA – Meningkatnya selera risiko investor di Wall Street usai pelonggaran tarif dagang antara Amerika Serikat dan China menjalar ke pasar saham Asia pada perdagangan Selasa (13/5/2025).
Melansir Bloomberg, indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang dibuka menguat masing-masing 1,18% dan 1,22% pagi ini. Adapun indeks saham berjangka di China dan Australia juga menunjukkan potensi penguatan.
Indeks saham perusahaan China yang terdaftar di bursa AS melonjak 5,4% pada perdagangan Senin, lonjakan harian tertinggi dalam lebih dari dua bulan. Kenaikan ini mengikuti indeks S&P 500 AS yang menguat lebih dari 3%, sementara dolar AS mencatat lonjakan tertajam sejak reli pasca-pemilu November.
Berakhirnya kekhawatiran akan resesi turut mendorong reli di pasar saham AS. Indeks Nasdaq 100 kembali memasuki zona bull market, hanya sebulan setelah terkoreksi 20% dari level tertingginya. Saham-saham teknologi besar memimpin penguatan, sementara Dow Jones Industrial Average melesat lebih dari 1.000 poin.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun naik 11 basis poin menjadi sekitar 4%, sedangkan indeks dolar AS Bloomberg menguat 1%. Para pelaku pasar mulai mengurangi ekspektasi penurunan suku bunga The Fed tahun ini menjadi hanya dua kali.
Dalam pernyataan bersama yang dirancang secara hati-hati, kedua negara mengumumkan pemangkasan besar-besaran tarif. Washington menurunkan bea masuk produk China menjadi 30% dari sebelumnya 145% untuk periode 90 hari, sedangkan Beijing memangkas tarif mayoritas barang menjadi 10%.
Baca Juga
Analis LPL Financial Jeff Buchbinder mengatakan kesepakatan penurunan tarif AS-China ini merupakan kejutan positif yang besar karena tidak ada yang menyangka tarif China bisa turun serendah ini.
”Meskipun begitu, risiko kembalinya tarif tinggi tetap ada setelah masa tenggang berakhir,” tambahnya.
Sementara itu, kepala strategi HSBC Max Kettner menyebut perubahan nada pemerintah AS sebagai peluang beli saat pasar melemah.
Bagi sebagian investor, pulihnya pasar secara cepat setelah gejolak April menjadi pedang bermata dua. Strategi populer seperti menjual dolar dan membeli volatilitas saham kini justru menjadi beban, mendorong reli lebih jauh.
Sementara itu, di Jepang, Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyatakan bahwa negaranya tidak akan menerima kesepakatan dagang awal yang tidak menyertakan sektor otomotif.
Di China, pasar menyambut baik hasil negosiasi yang cepat, dengan indeks Hang Seng China Enterprises dan Hang Seng Hong Kong masing-masing naik 3%.
Namun, dampak perang dagang Trump diperkirakan masih akan membayangi pasar global dalam beberapa bulan mendatang.
Investor kini fokus pada apakah solusi sementara ini bisa berkembang menjadi kesepakatan permanen. Sementara itu, data inflasi, penjualan ritel, dan laporan keuangan akan menentukan apakah reli ini bisa berlanjut.
Gubernur The Fed Adriana Kugler memperingatkan bahwa kebijakan tarif Trump tetap berpotensi menekan pertumbuhan dan mendorong inflasi, meski beban tarif baru saja dikurangi.
“Kebijakan perdagangan terus berubah dan masih akan terus bergeser, meskipun ada pengurangan tarif pagi ini.Namun, dampak ekonominya tetap signifikan meskipun tarif hanya bertahan di level yang sekarang,” katanya.