Bisnis.com, JAKARTA - Saham emiten teknologi di Bursa Efek Indonesia (BEI) termasuk PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Bukalapak Tbk (BUKA) disematkan rating netral dari analis pasar modal menjelang rilis laporan keuangan kuartal 2-2024 (Q2).
Hal itu terungkap dalam riset terbaru Analis Riset PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christopher Rusli dalam ulasan terbaru per 19 Juli 2024.
Dalam riset tersebut, Christopher menilai baik GOTO maupun BUKA mulai fokus untuk membidik target profitabilitas seiring dengan meningkatnya biaya pendanaan. Selain itu, kinerja yang membaik pada kuartal pertama juga menjadi katalis positif.
Dia menilai GOTO kembali ke mode mengejar pertumbuhan bisnis sambil mempertahankan strategi menuju profitabilitas. Menurut Mirae Asset, kinerja keuangan GOTO di Q1-2024 beragam dengan peningkatan nilai transaksi bruto (GTV) sebesar 20% year on year (YoY). Hanya saja, EBITDA grup yang disesuaikan masih negatif -Rp 102 miliar di kuartal itu.
Berdasarkan keterangan resmi GOTO, pada kuartal I, perusahaan mencatatkan rugi bersih atribusi entitas induk sebesar Rp 861,91 miliar.
Rugi ini turun drastis hingga 78% dari kuartal I-2023 yang rugi Rp 3,86 triliun. Penurunan rugi bersih yang signifikan ini terjadi ditopang dengan pendapatan bersih GOTO yang naik 22% menjadi Rp 4,08 triliun dari periode kuartal I-2023 yakni Rp 3,33 triliun.
Saat ini GOTO didukung dua lini bisnis yakni Gojek untuk bisnis On-Demand Service (ODS) dan financial technology (fintech) lewat Goto Financial (GTF).
Per kuartal I-2024, pendapatan bruto Gojek meningkat 12% yoy, mencapai Rp 3,3 triliun, didorong layanan nilai tambah. EBITDA yang disesuaikan untuk Gojek positif selama dua kuartal berturut-turut, di mana Q1 mencapai Rp 166 miliar.
Di Singapura, baru-baru ini Gojek juga mengumumkan kemitraan dengan perusahaan taksi global, ComfortDelGro, yang akan mendorong ketersediaan pengemudi dan mendorong pertumbuhan bisnis secara lebih lanjut.
Adapun beban insentif dan pemasaran produk segmen Gojek berhasil dipangkas 38% yoy dan beban kas rutin tetap turun 17% yoy.
Sementara itu, pendapatan bruto GTF meningkat 57% mencapai Rp 666 miliar, dengan tingkat pemberian pinjaman dari bisnis pinjaman konsumen GoTo (produk buy now pay later/BNPL dan pinjaman tunai) melesat tiga kali lipat menjadi Rp 2,7 triliun yoy.
“Kami melihat GOTO dan BUKA konsisten mengalami peningkatan kinerja. Kami percaya sentimen positif atas sektor teknologi diperlukan demi mendorong kenaikan harga saham,” kata dalam publikasi riset terbaru, Jumat (19/7/2024).
Katalis GOTO
Menurut Christopher, potensi penurunan suku bunga di semester kedua 2024 akan menjadi katalis utama untuk perbaikan sentimen bagi saham GOTO dan perusahaan teknologi yang lain termasuk BUKA.
Atas dasar itu, Mirae Asset mempertahankan rating netral untuk sektor teknologi, dengan rekomendasi beli untuk saham GOTO dengan target harga Rp 80/saham dan BUKA dengan target harga Rp 160/saham.
Jelang penutupan pasar, Jumat ini (17/7), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) minus 0,80% di level 7.260 dengan nilai transaksi total mencapai Rp 7,4 triliun. Saham GOTO masih diperdagangkan di level Rp 51/saham dengan nilai transaksi Rp 89 miliar.
Sementara itu saham BUKA turun di level 2,3% di level Rp 125/saham dengan nilai transaksi Rp 30 miliar.
Di sisi lain, sentimen yang akan menjadi perhatian investor ke depan adalah pembelian kembali saham atau buyback.
GOTO akan melakukan buyback saham senilai US$ 200 juta atau Rp 3,2 triliun, sementara BUKA masih berdiskusi dengan manajemen. Dalam laporan BEI, 9 Juli lalu, terungkap GOTO sudah mengeksekusi buyback tahap pertama Juni 2024 dengan membeli 3.825.00.000 saham seri A atau setara 0,32% dari total saham beredar GOTO. Hal ini terlihat dari penambahan saham treasury hasil buyback.
“Kami melihat ini sebagai langkah positif ke depan bagi perusahaan karena ini menunjukkan komitmen mereka untuk memberikan nilai ke pemegang sahamnya,” kata Christopher.
Ke depan, Christopher memperkirakan segmen fintech lewat bisnis GoTo Financial (GTF) akan tetap tumbuh kendati tidak sekencang kuartal pertama karena ada faktor musiman yang berdampak pada pertumbuhan saldo pinjaman yang lebih lambat dari sebelumnya.