Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Restui Produk ETF Bitcoin dan Ethereum, Ini Bedanya dengan Beli Kripto Langsung

Simak perbedaan produk ETF Bitcoin dan Ethereum dengan membeli kripto secara langsung.
Ilustrasi Bitcoin. Reuters
Ilustrasi Bitcoin. Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) mulai terbuka terhadap produk investasi exchange-traded fund (ETF) berbasis kripto, menandai babak baru aset digital dalam lanskap industri keuangan konvensional. Lantas, apa bedanya dengan membeli kripto secara langsung?

Sekadar informasi, otoritas bursa AS (US Securities & Exchange Commission/SEC) sebelumnya meresmikan ETF Bitcoin (BTC) pada 12 Januari 2024. Sementara itu, baru-baru ini ETF berbasis Ether (ETH) juga telah mendapat lampu hijau SEC dan proyeksinya segera meluncur akhir tahun ini. 

Animo investor institusi terhadap ETF Bitcoin Spot pun terbilang apik. Analis ETF Senior Eric Balchunas menjelaskan bahwa manajer investasi, hedge fund manager, sampai lembaga keuangan dan dana pensiun ternama tampak bersemangat memborong produk ini.

"ETF Bitcoin mencatatkan kinerja solid dalam dua pekan terakhir [Mei 2024], dengan arus masuk sekitar US$1,3 miliar, telah membalas tren negatif arus keluar pada medio April, serta kembali mencetak rekor baru arus masuk mencapai lebih dari US$12,3 miliar sejak diluncurkan," jelas Eric dalam analisisnya yang diunggah di media sosial resminya, dikutip Rabu (29/5/2024).

Laporan Bitcoin.com mengacu data 11 penerbit ETF Bitcoin Spot pada kuartal I/2024 pun menggambarkan bahwa total para penerbit telah menggenggam kepemilikan 837.511,01 BTC atau setara US$56 miliar hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan belakangan. Kepemilikan ini telah mencapai porsi 4,25% dari total peredaran Bitcoin di dunia sebanyak 19,7 miliar BTC.

Sebagai contoh, iShares Bitcoin Trust (IBIT) besutan BlackRock menjadi pemimpin dengan kepemilikan 276.190,03 BTC, disusul Fidelity Wise Bitcoin Fund (FBTC) dengan 156.772,30 BTC. Setelahnya, ada Ark Invests/21shares (ARKB), Bitwise (BITB), Grayscale (GBTC), dan lain-lain. 

Sementara itu, para pembeli pun diramaikan nama-nama institusi jumbo sekaliber Millennium Management, Schonfeld Strategic Advisors, Morgan Stanley, JPMorgan, BNP Paribas, Royal Bank of Canada, dan lain-lain yang tercatat telah memborong ETF Bitcoin.

"Contoh, Millennium Management saat ini menjadi pemegang terbesar, setara US$2 miliar di beberapa ETF Bitcoin, seperti IBIT, GBTC, sampai BITB," tambah Eric.

Adapun, untuk ETF Ethereum Spot, lampu hijau persetujuan SEC tergambar dari munculnya permintaannya kepada para calon penerbit untuk merevisi dokumen pengajuannya. SEC juga menerima aplikasi Nasdaq, CBOE, dan NYSE untuk mulai mengatur mekanisme perdagangan produk ETF berlandaskan ETH.

Para penerbit ETF Ethereum itu notabene juga para raksasa yang menjadi pemain ETF Bitcoin, yakni BlackRock, Fidelity, Grayscale, Bitwise, VanEck, ARK Investment/21Shares, Invesco Galaxy, dan Franklin Templeton.

Lantas, apa kelebihan dan kekurangan yang akan dirasakan investor AS ketika membeli ETF berbasis kripto, ketimbang membeli BTC atau ETH secara mandiri? Berikut beberapa poin yang dirangkum Bisnis dari berbagai sumber:

Kemudahan dan Keamanan Diversifikasi

Pada prinsipnya, ETF punya konsep seperti reksa dana. Ada pihak penerbit ETF selaku pengelola dana yang mengikuti aturan regulator dan mekanisme bursa. Kemudian, pihak investor bisa membeli produk ETF itu untuk mendapatkan eksposur terhadap investasi kripto seperti BTC atau ETH, tanpa harus memiliki kripto tersebut secara langsung. 

Artinya, buat investor institusi dan individu berpenghasilan tinggi (HNWI) yang perlu mengelola dana jumbonya secara praktis, keberadaan ETF sangat membantu upaya diversifikasi aset. 

Investor tak perlu mengurus investasi terkait kripto miliknya secara terkhusus di platform terpisah dengan aset lain yang didapatnya melalui bursa konvensional. Terlebih, dengan berjudi mempercayakan aset jumbonya di platform kripto exchanger yang rekam jejaknya masih abu-abu. 

Kasus FTX bisa menjadi contoh bahwa bursa penukaran kripto yang namanya mentereng pun tetap punya potensi fraud. Alhasil, penerbit ETF yang notabene sudah punya rekam jejak apik di dunia keuangan konvensional tentu lebih tepercaya.

Selain itu, karena ETF ini diperdagangkan di bursa konvensional, para penerbit ETF berbasis kripto sudah pasti mengikuti aturan yang terbilang ketat dari bursa. 

Misalnya, kewajiban menjelaskan produk secara terang kepada investor, transparansi lewat laporan kinerja berkala, sampai pengawasan ketat dalam mencegah penipuan dan manipulasi yang merugikan publik. 

Chairman SEC Gary Gensler dalam keterangannya ketika meresmikan ETF Bitcoin Spot pun menekankan bahwa keberadaan produk ini justru berupaya mengakomodasi investor AS yang ingin memiliki eksposur terhadap kripto secara aman.

"Keputusan kami atas ETF Bitcoin Spot pun tidak berarti kami juga menyetujui atau mendukung platform perantara perdagangan kripto, yang sebagian besar tidak mematuhi UU sekuritas federal dan sering kali memiliki konflik kepentingan. Investor juga harus tetap berhati-hati terhadap berbagai risiko yang terkait dengan Bitcoin dan produk yang nilainya terkait dengan kripto," tulisnya.

Jam Perdagangan Terbatas

Fleksibilitas jam perdagangan menjadi salah satu kekurangan investasi terkait kripto dari produk ETF, sebab terikat dengan jam buka-tutup bursa konvensional dan punya hari libur. 

Padahal pasar aset kripto buka selama 24 jam dan tak pernah ada jeda waktu libur sehari pun sepanjang tahun. Tak heran, sudah lazim ada cerita investor kripto kehilangan banyak uang hanya karena ketinggalan momen jual ketika sedang tidur.

Selain itu, kripto juga tidak mengenal batas wilayah, sehingga memungkinkan perdagangan dengan setiap mata uang di seluruh dunia setiap saat. Ini pula yang membuat sentimen terhadap kripto sangat cair, bahkan berkaitan erat dengan kondisi ekonomi riil global.

Contoh, ketika Argentina terkena hiperinflasi, mata uangnya melemah, dan sangat tergantung dengan dolar AS, pemerintah Argentina lantas mengambil kebijakan progresif lewat memperbolehkan Bitcoin sebagai landasan kontrak perjanjian pembayaran sewa properti, apartemen, atau indekos yang sah.

Kabar penggunaan end-user buat aset kripto di Argentina itu sontak memberikan sentimen positif instan buat pasar Bitcoin, membuat harganya melesat hanya dalam semalam.

Alhasil, tingginya transaksi dan aksi jual-beli kripto di seluruh dunia setiap detiknya itu pula yang membuat harga aset digital ini bergerak sangat fluktuatif ketimbang aset investasi konvensional pada umumnya.

Ada Biaya Pengelolaan

Sama halnya seperti menitipkan aset pada manajer investasi, investor harus siap membayar biaya pengeloaan kepada para penerbit ETF terkait kripto. Biasanya berkisar 0,2% sampai 1,5% per tahun, tergantung kebijakan masing-masing penerbit.

Namun, kelebihannya adalah investor AS yang membeli ETF sudah semacam terima beres, termasuk dalam hal pelaporan perpajakan yang terbilang lebih simpel, ketimbang perpajakan atas kepemilikan aset kripto secara mandiri. 

Alhasil, bagi investor institusi dan HNWI di AS yang notabene hanya punya waktu terbatas untuk mengurus hal-hal administratif, keberadaan ETF berbasis kripto pun diminati karena mampu memaparkan aspek-aspek terkait legalitas secara lebih jelas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper