Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Hari Ini Senin (2/10), Batu Bara dan CPO Ditutup Melesu

Harga komoditas batu bara dan CPO masing-masing ditutup melesu untuk kontrak November 2023. Ini penyebabnya.
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita

Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas, khususnya batu bara untuk kontrak November 2023 telah ditutup menurun di tengah ramainya pihak Barat mengejar target net-zero emissions. Sementara itu, harga kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) juga ditutup melemah untuk kontrak pada Desember 2023.

Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bata ICE Newcastle kontrak November 2023 ditutup melemah 2,47 persen atau 4,05 poin ke level US$159,95 per metrik ton pada akhir perdagangan Jumat (29/19/2023). 

Sedangkan, harga batu bara untuk kontrak Oktober 2023 juga ditutup melemah sebesar 3,04 persen atau 4,90 poin ke level US$156,35 per metrik ton. 

Sementara itu, harga CPO untuk kontrak Desember 2023 di bursa derivatif Malaysia melemah 5 poin ke 3,766 ringgit per ton pada perdagangan Jumat (29/9). Sedangkan, untuk kontrak Oktober 2023 juga melemah sebesar 2 poin menjadi 1,425 ringgit per metrik ton.

Mengutip Bloomberg, Senin (2/10) International Energy Agency (IEA) menuturkan bahwa batu bara adalah penyumbang emisi karbon dioksida terbesar di dunia dan harus segera dihapuskan jika pemanasan global ingin dibatasi pada ambang batas kritis 1,5 celsius. 

Oleh karena hal tersebut, batu bara secara luas dikecualikan dari portofolio investasi dan banyak bank telah menetapkan pembatasan yang signifikan pada pinjaman untuk menghindarinya. 

Namun, mengutip dari Reuters, Senin (2/10) terdapat pandangan berbeda dalam transisi energi di berbagai wilayah dan negara, lantaran narasi bullish diserukan dalam pertemuan terbesar di industri ini, yakni Coaltrans Asia Conference yang diselenggarakan di Bali, Indonesia pada 24-26 September 2023. 

Dalam pertemuan tersebut, mereka tidak percaya bahwa energi terbarukan dapat diterapkan dengan cukup cepat, murah, dan dalam skala yang memadai untuk menggantikan bahan bakar fosil dalam campuran energi Asia. 

"Kenyataannya adalah permintaan batu bara akan terus meningkat," jelas Wakil Menteri Investasi Indonesia di Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto.

Pandangan tersebut kemudian menjadi pandangan umum, dengan delegasi mengungkapkan keraguan terhadap jalur net-zero emissions yang dianjurkan oleh badan-badan Barat seperti IEA. 

Pohon Sawit Menua 

Kemudian, mengutip Bloomberg, diketahui di sebagian wilayah Asia Tenggara, pohon kelapa sawit yang telah mencapai usia dewasa, menjadi permasalahan bagi petani lokal, pemerintah daerah dan konsumen. 

Ketika kelapa sawit mendekati umur komersialnya selama seperempat abad, maka akan menghasilkan lebih sedikit minyak nabati yang serbaguna, yang digunakan dalam berbagai hal dari es krim, kosmetik hingga bahan bakar. 

Peneliti pasar Oil World juga memperingatkan pada September 2023 mengenai konsekuensi dari penurunan yang mengkhawatirkan dalam hasil rata-rata akibat replantasi yang lambat. 

Lembaga yang berbasis di Hamburg kemudian mengestimasi bahwa pertumbuhan produksi tahunan dapat turun menjadi 1,8 juta ton, atau kurang dari 10 tahun hingga 2030 dari rata-rata 2,9 juta ton dalam dekade hingga 2020. 

Fenomena cuaca El Nino kemudian juga dinilai tidak akan membantu. Pada tahun yang berakhir pada September 2024 juga diproyeksikan peningkatan produksi tahunan bisa menjadi yang terkecil dalam empat tahun. 

Kepala penelitian perkebunan di CIMB Investment Bank Bhd. di Kuala Lumpur, Ivy Ng kemudian juga menuturkan bahwa kekhawatirannya biaya produksi tidak akan kompetitif. 

"Biaya naik, biaya tenaga kerja naik, semuanya naik - namun hasil panen Anda turun karena Anda tidak melakukan penanaman kembali," jelasnya, seperti dikutip dari Bloomberg pada Senin (2/10). 

Harga yang lebih tinggi kemudian juga dapat merusak permintaan, mendorong pembeli komersial besar dan rumah tangga untuk beralih ke alternatif yang biasanya lebih mahal seperti kedelai dan rapeseed.

Harga yang lebih tinggi juga dapat berarti penghancuran permintaan, mendorong pembeli komersial besar dan rumah tangga menuju alternatif yang biasanya lebih mahal, seperti kedelai dan rami, terutama di pasar yang sensitif terhadap harga seperti India.

Ng juga mengaku bahwa di masa lalu kelapa sawit tumbuh sangat cepat dan keuntungannya adalah memiliki biaya yang rendah. 

“Namun sekarang biayanya tidak rendah dan Anda masih menjual ke pasar yang sama. Jadi pertanyaannya adalah apakah para pembeli akan mampu membelinya? Bisakah Anda meneruskan biayanya?” ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper