Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Muhammad Syarkawi Rauf

Dosen FEB Universitas Hasanuddin

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Asean & Kartel Harga Karet Alam

Lima besar negara produsen karet alam menguasai kurang lebih 80% produksi karet alam dunia, di mana Thailand dan Indonesia me­ngua­sai lebih dari separuh.
Buruh mengumpulkan hasil sadapan getah karet ke atas truk di perkebunan karet Pasir Ucing, Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (1/2/2021). Bisnis/Rachman
Buruh mengumpulkan hasil sadapan getah karet ke atas truk di perkebunan karet Pasir Ucing, Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (1/2/2021). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke 42 Asean dilaksanakan di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 9—11 Mei 2023. Tema utama yang di­usung Indonesia adalah Asean Matters, Epicentrum of Growth. Secara sektoral, salah satu agenda strategis yang dapat diintrodusir oleh Indonesia adalah pe­ngen­da­lian pasokan (supply restriction) dan harga (price fixing) karet alam global.

Gagasan ini didasarkan pada fakta bahwa pasar karet alam dan produk turunannya ditandai oleh struktur pasar oligopoli pada sisi produsen dan oligopsoni pada sisi pembeli. Struktur pasar oligopoli ditandai oleh penguasaan pasar beberapa perusahaan di negara produsen karet alam. Sementara struktur pasar oligopsoni berkaitan dengan dominasi pembelian produk karet alam oleh hanya beberapa pembeli besar.

Produksi karet alam global yang mencapai sekitar 12,6 juta ton terkonsentrasi pada lima negara produsen karet alam terbesar dunia, yaitu Thailand dengan total produksi 3,913 juta ton, Indo­nesia sebesar 2,821 juta ton, Ma­lay­sia sebesar 0,910 juta ton, India sebesar 0,810 juta ton, dan China sebesar 0,786 juta ton.

Lima besar negara produsen karet alam menguasai kurang lebih 80% produksi karet alam dunia, di mana Thailand dan Indonesia me­ngua­sai lebih dari separuh pro­duk­si karet alam dunia, yai­tu Thailand sekitar 31% dan Indonesia sekitar 22,39%. Sementara negara lain­nya memiliki kontribusi ku­rang dari 10% terhadap pro­duk­si karet alam global.

Sementara pada sisi pembeli terkonsentrasi hanya pada be­berapa pembeli besar, yaitu pe­ru­sa­haan ban mobil, sepeda motor, sepeda dan alas ka­ki. Industri manufaktur ban global menguasai lebih da­ri 70% pembelian produksi ka­ret alam global. Sementara ku­­rang dari 30% diserap oleh in­dus­tri alas kaki dan industri berbahan baku karet alam lain­nya.

Struktur pasar oligopoli dan oligopsoni melahirkan isu pengendalian harga karet alam global oleh hanya beberapa perusahaan. Posisi tawar negara produsen lebih lemah terhadap beberapa pembeli mengingat lebih dari 75% pasar karet alam tergantung pada hanya 7—10 pembeli besar, khususunya industri manufaktur ban mobil, sepeda motor dan sepeda.

Sementara pada sisi produsen sangat sulit membentuk kartel dengan cara membuat kesepakatan harga dan kesepakatan untuk membatasi pasokan karet alam (output restriction) ke pasar. Salah satu penyebabnya adalah le­mahnya diversifikasi produk hilir karet dan kuatnya hu­bungan antara petani karet rak­yat dengan pembeli karet alam.

Struktur pasar karet alam global mirip dengan struktur pasar minyak bumi. Di mana hanya ada beberapa negara yang menguasai produksi minyak bumi dunia. Pada awalnya, penentu harga minyak bumi global adalah be­be­rapa negara dengan peru­sa­ha­an raksasa eksplorasi mi­nyak yang disebut The Seven Ma­yors. Perusahaan tersebut berasal dari negara-negara ma­ju, seperti Inggris, Jepang, Ame­ri­ka Serikat, dan Jerman.

Akibatnya, harga minyak dunia mengalami penurunan sangat ekstrem akibat dugaan abused of market power, yaitu dugaan penyalahgunaan posisi dominan oleh The Seven Mayors. The Seven Mayors menguasai industri minyak dan menetapkan harga minyak di pasar internasional secara sepihak.

Kejadian ini memaksa nega­ra-ne­gara eksportir minyak mem­bentuk “kartel mi­nyak bu­mi dunia” yang di­ke­nal dengan Organization of the Petroleum Exporting Coun­tries (OPEC) yang awalnya ber­ang­­go­takan Arab Saudi, Iran, Irak, Ku­wait, dan Venezuela. Pembentukan kartel minyak bumi, OPEC bertujuan untuk melawan dugaan kartel The Seven Mayors dalam mengendalikan harga minyak dunia.

Situasi serupa juga dapat diamati pada proses pembentukan harga karet alam global yang dikendalikan oleh hanya be­be­ra­pa pembeli (oligopsony), da­lam hal ini beberapa peru­sa­­haan manufaktur ban mo­bil, sepeda motor, sepeda dan alas kaki. Dugaan abused of market power oleh beberapa pem­beli membuat harga ka­ret alam global mengalami pe­nu­runan secara drastis da­lam beberapa tahun ter­akhir.

Dalam 20 tahun terakhir, harga karet alam sempat mencapai harga tertinggi pada 2011, sekitar US$4,82 atau setara dengan Rp72.936 per kilogram (kg). Namun, setelahnya harga karet alam global terus menurun hingga mencapai harga terendah US$1,17 atau setara dengan Rp17.704 per kg pada 31 Oktober 2022.

Lalu apa solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia menstabilkan pa­sok­an dan harga karet alam global? Sebagai negara pemegang keketuaan Asean 2023, pemerintah Indonesia dapat melakukan transformasi kelembagaan dan keanggotaan forum kerja sama karet internasional dalam mengatur pasokan serta harga karet alam global. Forum kerja sama ini melibatkan tiga negara Asean, yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand.

Transformasi kelembagaan dan keanggotaan International Tripartite Rubber Council (ITRC) diarahkan untuk berperan seperti OPEC dalam mengendalikan produksi minyak bumi dunia. ITRC perlu berganti nama sekaligus melibatkan lebih banyak negara produsen sehingga penguasaan pasarnya mencapai lebih 80% dari total produksi dan ekspor karet alam dunia.

Pembentukan “kartel karet alam dunia” beranggotakan negara-negara Asean yang menguasai lebih dari 80% produk karet alam dunia. Langkah ini bertujuan untuk menstabilkan harga karet alam di pasar global. Pengendalian harga dilakukan melalui pembatasan pasokan dengan menetapkan kuota ekspor bagi masing-masing negara produsen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper