Bisnis.com, JAKARTA - Anak usaha hulu Pertamina, PT Pertamina Hulu Energi masih berproses melaksanakan initial public offering (IPO) menyusul cucu usaha Pertamina, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) yang baru saja melantai pada kuartal I/2023.
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menerangkan sebenarnya PHE sudah siap melakukan IPO, tetapi terdapat keinginan menggunakan landasan laporan keuangan terbaru atau per tahun penuh 2022, sehingga pelaksanaan penawaran umum perdana dilaksanakan pada tahun ini.
Lebih jauh, dia juga menegaskan rencana IPO tidak terganggu narasi mengenai hulu energi yang tidak diizinkan dilepas ke publik karena alasan konstitusional.
"Narasi kami lebih ke pengembangan ketahanan energi daripada berutang lebih baik IPO, dari persentase juga minimal, tetap mayoritasnya di negara. Kami masih on the track," urainya kepada Bisnis, Selasa (4/4/2023).
Menurutnya, target waktu pelaksanaan IPO masih pada Semester I/2023. Salah satu alasannya tidak ingin mengganggu jalannya Pemilu yang sudah memasuki masa persiapan pada Semester II/2023.
"Dari PHE waktu itu sudah siap, mereka hanya lebih pede menggunakan laporan keuangan yang terbaru atau tahun penuh 2022, sekaligus PGE kemarin test drive, ya sedang disiapkan," katanya.
Baca Juga
PHE merupakan subholding upstream Pertamina, yang memiliki produksi dan eksplorasi migas terbesar di Indonesia dan menjadi kontributor pendapatan terbesar bagi Pertamina.
Targetnya, hasil IPO akan merealisasikan rencana pertumbuhan produksi 5 tahun ke depan. Saat ini, produksi minyak mentah Indonesia dari waktu ke waktu trennya menurun, permodalan PHE disebut dapat meningkatkan pengembangan di wilayah kerja produksi yang dimiliki PHE baik di Indonesia maupun dikembangkan di beberapa negara lain di luar Indonesia.
PHE telah melakukan registrasi OJK tahap ke-1 dan ke-2 dan sedang melanjutkan proses review lebih lanjut oleh OJK. IPO PHE juga diharapkan dapat membantu mendorong nilai perusahaan Pertamina mencapai US$100 miliar pada 2024.
PHE memiliki total pendapatan sebesar US$11,7 miliar dengan EBITDA US$3 miliar per kuartal III/2023 dan menjadi modal pengembangan ke depan. Adapun, PHE memiliki rencana belanja modal setiap tahun antara US$4--5 miliar setara Rp60--90 triliun yang merupakan pendanaan cukup besar.
Sebelumnnya, Anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid termasuk salah satu anggota yang menolak cukup keras rencana aksi korporasi tersebut. Menurutnya, di tubuh Pertamina terdapat subholding PT Pertamina Hulu Energi dan PT Pertamina Patra Niaga yang tidak boleh dilepas sahamnya ke publik.
Hal tersebut mengacu pada Pasal 33 UUD 1945 ayat dua, yakni cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
"Di sini ada kata kunci produksi penting bagi negara, pemaknaan saya, barang itu langka dan terbatas, dan tidak bisa diproduksi ulang, karena langka dan terbatas, saya kira ada dua sub holding Pertamina yang tidak boleh disentuh swasta dan di-IPO-kan," jelasnya dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VI DPR, Rabu (7/12/2022).
Dia juga menegaskan PHE tidak memiliki isu keuangan yang membuatnya membutuhkan dana tambahan dari IPO. Isu utamanya hanya soal lifting minyak bumi yang tidak sesuai target.
"Dalam PHE industrinya tidak perlu kompetitif karena semua konsesi dari negara, dalam PHE investor itu datang tidak perlu mencari, kenapa yang di-IPO oleh Pertamina dan negara adalah ini, bukan kilang, yang kilang itu menghadapi persaingan petrokimia," tegasnya.
Anggota dari fraksi Golkar ini juga mengusulkan seharusnya dalam sub holding Pertamina yang melaksanakan IPO itu Pertamina Kilang Internasional dan Pertamina International Shipping karena tidak menjadi bagian dari hajat hidup orang banyak.