Bisnis.com, JAKARTA – Menjelang masa window dressing, analis menilai saham bank BUMN yaitu PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) masih undervalued dibandingkan para sejawatnya. Level harga Rp1.550 pada sesi I perdagangan menunjukkan saham BBTN belum sejalan dengan kondisi fundamentalnya.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio mengemukakan saham BBTN masih undervalued alias belum diapresiasi oleh pasar. Menurutnya masih ada potensi besar, saham BUMN itu akan rebound dan menikmati reli kenaikan harga saham, seperti yang sudah dialami para sejawatnya sesama anggota Himbara.
“Dengan harga saham BBTN yang secara YTD masih terkoreksi 12%, menjadikan saham ini sangat menarik. Terlebih lagi untuk rasio penting seperti PBV di 0,74 kali dan PER pada kisaran rasio 5-6 kali membuat saham BBTN tergolong undervalued,” katanya kepada Bisnis, dikutip Senin (31/10/2022).
BBTN mencatatkan laba bersih Rp2,28 Triliun pada kuartal III 2022, naik 50,11% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penyaluran kredit sebesar Rp 289,6 triliun, meningkat 7,18 persen yoy. Current account and saving account (CASA) BTN mencapai Rp 143,59 triliun, naik sebesar 18,7% yoy. Sementara non performing loan (NPL) net mencapai 1,23 persen, turun dari posisi 1,50 persen. Dari sisi earning per share (EPS) BBTN mencapai 215, melampaui estimasi konsensus di angka 192,68.
Frankie optimistis torehan positif pada kuartal III/2022 ini dapat menjadi bahan bakar reli harga saham. Dia menargetkan saham BBTN dapat mencapai posisi tertinggi Rp1.800 jelang akhir tahun, atau sebelum pelaksanaan penerbitan saham baru (rights issue).
Artinya, dengan proyeksi kenaikan harga saham BBTN menuju level Rp1.800, dan perkiraan harga pelaksanaan rights issue di kisaran Rp900 - Rp1.000, saham BBTN berpeluang paling besar menikmati masa window dressing.
Baca Juga
Window dressing bisa diartikan sebagai aksi perusahaan atau fund manager untuk memoles laporan keuangan ataupun portofolio investasi. Mereka biasanya merotasi portofolio ke aset yang paling berpeluang memberikan imbal hasil lebih tinggi. Strategi yang lazim dilakukan adalah memburu saham bagus yang “salah harga”, atau mencari blue chip yang sedang terkena tekanan jual.
Di bursa saham, biasanya window dressing berlangsung sejak Oktober hingga awal Desember. Sementara Santa Claus Rally dan January Effect umumnya terjadi di pertengahan Desember hingga pekan ketiga Januari. Berdasarkan data historisnya, ketiga momentum ini selalu memberikan keuntungan lebih tinggi.
Sementara itu, Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan menambahkan ada harga saat ini Rp1.535 bank BBTN diperdagangan pada level PBV dibawah 1 kali atau sebesar 0,8 kali. Menurutnya harga itu masih lebih murah dibandingkan dengan para sejawatnya.
“Jadi masih sangat murah untuk Bank dengan status BUMN dan merupakan pemimpin di sektor pembiayaan perumahan (KPR). Dari kami menargetkan range multiple PBV diatas 1,0 - 1,2 kali masih fair untuk harga saham BTN,” imbuhnya.
Berdasarkan laporan keuangan BBTN, peningkatan laba disumbang oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang menembus Rp11,54 triliun, melesat 31,84 persen secara year on year (YOY).
Faktor utama dari peningkatan NII adalah penurunan beban bunga sebesar 24,2 persen dari Rp9,81 triliun pada akhir September 2021 menjadi Rp7,43 triliun pada akhir September 2022.