Bisnis.com, JAKARTA – Investasi PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) di PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dinilai menjadi langkah strategis perusahaan telekomunikasi untuk bertumbuh secara anorganik. Keputusan investasi ini dinilai sudah diambil dengan pertimbangan yang matang dan dapat dipertanggungjawabkan.
Polemik yang terjadi pada investasi Telkomsel di GOTO pun dinilai lebih bernuansa politis ketimbang aspek bisnis sungguhan. Nuansa politis itu tidak lepas dari nama Menteri BUMN Erick Thohir yang menjadi salah satu tokoh unggulan jelang 2024.
Fendi Susiyanto, pengamat pasar modal dan CEO Finvesol Consulting mengatakan bahwa industri telekomunikasi global secara pertumbuhan revenue-nya pada kisaran 3,5 persen pada 2020 dan 2,8 persen pada 2021 yang mencerminkan perlambatan secara bisnis.
Jika perusahaan telekomunikasi tidak melakukan perubahan, maka pertumbuhannya akan stabil (stable growth). Tantangan ke depan, katanya, lebih pada konvergensi di mana bisnis teknologi, telekomunikasi, dan bisnis digital menjadi satu untuk melayani masyarakat.
"Ini tren global di Amerika Latin, Jepang, Korea mengalami pertumbuhan negatif. Sehingga perusahaan telekomunikasi mencari inovasi peningkatan strategi bisnis untuk sustain, termasuk Telkomsel yang mencari strategic partner salah satunya Gojek [yang kini menjadi GOTO] saat itu," katanya.
Fendi mengatakan hal itu pada diskusi 'Polemik Spesial: Isu Investasi Telkomsel, Fakta atau Fitnah' yang digelar Trijaya FM, Selasa (12/7/2022) yang disiarkan secara daring via kanal YouTube.
Dia berpendapat investasi yang dilakukan Telkomsel sudah sewajarnya dilakukan untuk pertumbuhan jangka panjang (sustainable). Dalam proses hingga investasi ke GOTO, katanya, Telkomsel telah melalui sejumlah proses kajian bisnis termasuk uji tuntas dan studi kelayakan oleh banyak pihak, alias bukan keputusan sepihak.
Pasalnya, pemegang saham Telkomsel bukan hanya PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), tetapi juga Singtel, raksasa telekomunikasi Singapura yang memiliki 35 persen saham dan diketahui sangat ketat tata kelola perusahaannya. Keputusan investasi itu tentunya dilakukan secara cermat, berlapis dari kajian internal hingga keputusan bisnis.
"Telkom pegang 65 persen, Singtel 35 persen, artinya ketika mengambil keputusan investasi tentu teliti sekali atau dengan SOP yang bertahap dan berlapis dan melibatkan banyak pihak," katanya.
Seperti diketahui, Telkomsel memiliki saham GOTO senilai US$450 juta atau setara dengan Rp6,4 triliun pada November 2020. Nilai investasi itu setara dengan 23,7 miliar saham GOTO.
Investasi Telkomsel ke GOTO itu diklaim lebih bertujuan menghasilkan value synergic positif untuk menciptakan dan memperkuat ekosistem digital nasional.
Michell Suharli, Akuntan dan CEO SW Indonesia mengatakan laporan keuangan GOTO 2021 yang diaudit mencatat GOTO memiliki kas yang cukup sehingga tidak tepat jika ada pernyataan pihak lain yang menyebut GOTO tidak memiliki uang dan membutuhkan investasi Telkomsel untuk melakukan aksi buyback saham.
"Kalau poinnya GOTO tidak punya uang itu terlalu jauh," katanya.
Suharli menambahkan bahwa akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan GOTO kredibel dan sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku atau PSAK, terbukti dengan simpulan wajar tanpa modifikasian yang dikeluarkan oleh auditor.
Ditha Wiradiputra, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Usaha FHUI menambahkan bahwa rencana Telkom Group masuk ke Gojek sebenarnya sudah muncul pada 2018. Namun, karena aturan ride hailing belum jelas membuat Telkom saat itu menahan diri.
"Telkom ini menghadapi kondisi harus transformasi. Bukan tidak mungkin Telkom atau Telkomsel hanya menjadi penonton di pinggir lapangan. Ini yang mendorong mereka masuk ke perusahaan teknologi," katanya.
Ditha melanjutkan terkait tudingan di media sosial mengenai konflik kepentingan-yang dituduh melibatkan Menteri BUMN Erick Thohir dan sang kakak Garibaldi “Boy” Thohir sebagai komisaris utama GOTO adalah sebatas asumsi tanpa bukti. . GOTO juga bukan perusahaan milik Garibaldi Thohir mengingat terdapat pemegang saham lainnya yang jauh lebih besar, sehingga tidak mungkin keputusan investasi dilakukan sepihak tanpa persetujuan pemegang saham lainnya
Di sisi lain, Garibaldi Thohir juga memiliki kompetensi dan pengalaman panjang dalam urusan bisnis. Keputusan investasi Telkomsel juga telah melalui proses panjang dan sangat penuh kehati-hatian (prudent).
"Orang belum banyak mengenal model bisnis perusahaan digital dan kita ketinggalan. Perusahan digital kita dipunyai asing dan data kita dipegang ke sana," tambahnya.
Lebih Banyak Bernuansa Politis
Muchlis Ainur Rofik, peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengatakan polemik investasi Telkomsel di GOTO sangat erat dengan politisasi. Sayangnya, sejumlah pihak yang melakukan politisasi itu mengabaikan fakta bisnis.
"Apalagi ini terkait dengan nama besar, seorang menteri yang rising star kebetulan saudaranya ada di posisi komisaris di perusahaan yang terlibat dalam proses bisnis ini kemudian dihubung-hubungkan," katanya.
Muchlis menuturkan di media sosial sejumlah akun yang meramaikan politisasi Telkomsel dan GOTO umumnya punya agenda politik tertentu. Tambah lagi nama yang terlibat adalah salah satu kandidat yang masuk dalam bursa calon pemimpin untuk 2024 berdasarkan sejumlah lembaga survei.
Dia menuturkan Menteri BUMN, Erick Thohir merupakan pendatang baru di dunia politik karena sebelumnya lebih dikenal sebagai pebisnis. Dalam survei SMRC, nama Erick Thohir sudah sejajar dengan tokoh politik lainnya seperti Menkopolhukam Mahfud MD, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan sejumlah tokoh lainnya.
"Newcomer tapi potensi dia menjadi rising star sangat besar. Itu ditunjukkan berdasarkan survei yang rutin kami lakukan. Memang belum sampai tiga besar, tapi di klaster kedua ada nama Pak Erick Thohir bahkan di atas Puan Maharani [Ketua DPR RI]," katanya.
Muchlis melanjutkan polemik investasi Telkomsel ke GOTO hingga kemudian narasi pembentukan panitia kerja (panja) di DPR tidak lepas dari dua target yakni melemahkan kinerja presiden dan melemahkan citra Menteri BUMN.
Dia menjelaskan dalam banyak survei, SMRC selalu menyertakan kepuasan kepada pemerintah yang sangat terkait dengan kinerja ekonomi.
Masalah minyak goreng misalnya membuat kepuasan terhadap kinerja pemerintah turun, sementara penanganan Covid-19 yang baik atau mudik yang lancar mengerek kepuasan kepada pemerintah.
"Penopang kinerja Presiden dalam hal ekonomi, kinerja menteri paling baik itu paling atas ada Sri Mulyani [Menteri Keuangan], yang kedua Menteri BUMN, terbaik di atas Menhan Prabowo," tambahnya.