Bisnis.com, JAKARTA- Keberadaan bursa kripto sebagai bagian dari ekosistem perdagangan legal aset kripto hingga kini belum berujung meski pucuk pimpinan Kementerian Perdagangan sudah bergeser, dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan. Padahal, antusiasme masyarakat semakin tumbuh terhadap aset kripto sebagai salah satu investasi.
Pergantian posisi Menteri Perdagangan dari Muhammad Lutfi kepada Zulkifli Hasan memantik harapan terkait percepatan pembentukan bursa kripto. Sejauh ini, transaksi perdagangan aset kripto semakin ramai meskipun di tengah fluktuasi harga yang sangat cepat.
Aset kripto sendiri telah legal diperdagangkan, terutama transaksi yang dilakukan pada pedagang fisik aset kripto terdaftar. Tidak hanya itu, regulasi perpajakan pun telah mengakomodir transaksi kripto sebagai objek pajak.
Sebagaimana diungkapkan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda. Menurutnya, urgensi pembentukan aset kripto seiring jumlah investor semakin banyak, sehingga membutuhkan otoritas yang melindungi kepentingan investor dan mengawasi transaksi.
“Jika ada harga kripto yang naik atau turun secara tidak wajar, maka otoritas bisa mengambil langkah strategis untuk melindungi investor. Kalau saat ini kan sangat bebas sekali makanya ketika harga lagi memerah, ya investor harus menanggung kerugian tanpa ada tindakan dari otoritas berwenang, misalkan ada kebijakan ARB [auto reject bawah],” ungkapnya, beberapa waktu lalu.
Hal senada diungkapkan Presiden Komisaris HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo. Dia mengungkapkan pembentukan bursa kripto hal mendesak, mengingat pentingnya upaya pencegahan investasi bodong, serta tugas melakukan edukasi dan literasi investasi aset kripto.
Baca Juga
Meski demikian, Sutopo menilai memang belakangan pembentukan bursa kripto diiringi momentum kurang bagus seiring melemahnya valuasi kripto. “Kemungkinan pada 2024, tren penguatan akan kembali lagi,” tambahnya.
Di sisi lain, pemerintah juga diminta untuk segera membenahi dan menegakkan regulasi investasi aset kripto. Hal tersebut sangat penting mengingat maraknya aksi penipuan berkedok kripto maupun investasi bodong.
Direktur Centre of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai hal terpenting yang harus dipikirkan pemerintah adalah memastikan platform perdagangan kripto memiliki sistem perlindungan memadai. “Mulai dari standar KYC yang lebih ketat sampai sistem yang mengatur dispute atau perselisihan antara pihak platform dengan investor, [kebijakan itu] mendesak dibutuhkan,” katanya.
Terlebih lagi, saat ini kemunculan geliat investasi masyarakat rentan dibelokkan oleh berbagai aksi kriminalitas seiring masifnya perkembangan teknologi digital. Semisal, kata Bhima, para pemengaruh ataupun selebriti media sosial sangat sering terlihat bertindak sebagai penasihat investasi, padahal pengetahuan mereka tidak bisa divalidasi.
“Regulasi terkait penasihat berjangka di kripto juga belum ada padahal banyak influencer yang tidak memiliki pengetahuan dan legalitas soal bursa berjangka memberikan rekomendasi beli atau jual aset kripto,” tukas Bhima.
Karena itu, dia berkesimpulan bahwa pemerintah harus bergerak cepat menangani hal tersebut. “[Selain itu] Sebaiknya exchanger saja yang perlu diperbaiki keamanan dan perlindungan investornya daripada membuat bursa aset kripto,” ungkap Bhima.
Sementara itu, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma Senjaya mengungkapkan peluncuran bursa kripto diharapkan dalam waktu dekat. Saat ini, katanya, tengah dilakukan uji coba sistem dari calon pengurus bursa yang telah mendaftar.
“Namun untuk kustodi yang daftar sampai saat ini belum ada progres pemenuhan syaratnya,” ungkap Tirta.