Bisnis.com, JAKARTA - Tim pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Garuda Indonesia Tbk. telah mengakui klaim tagihan senilai US$8,3 miliar atau setara Rp120,5 triliun dalam upaya merestrukturisasi utangnya.
Mengutip Bloomberg, Rabu (8/6/2022) dokumen yang diposting online menunjukkan klaim terbesar berasal dari Airbus SE lebih dari Rp7,8 triliun. Sementara klaim dari PT Pertamina (Persero) senilai Rp7,5 triliun juga masuk dalam daftar berlabel "final."
Angka-angka tersebut muncul menjelang tanggal pengadilan penting yang dijadwalkan untuk Garuda pada Kamis untuk menjabarkan rencana restrukturisasinya. Pemungutan suara terakhir pada proposal akan berlangsung akhir bulan ini.
Seperti banyak maskapai penerbangan, bisnis maskapai Indonesia terpukul akibat Covid-19. Saat ini GIAA mengoperasikan hanya sekitar 20 persen dari armada pra-pandemi, membatasi kemampuannya untuk meningkatkan pendapatan untuk membayar utangnya.
Dokumen administrator PKPU menunjukkan kreditur mengajukan tagihan yang belum dibayar senilai Rp163 triliun untuk GIAA. Jumlah itu lebih rendah dari angka yang dilaporkan sebelumnya sebesar Rp198 triliun.
Martin Patrick Nagel, administrator yang ditunjuk pengadilan, tidak menjawab panggilan atau menanggapi pesan teks dari Bloomberg pada Selasa untuk mencari klarifikasi tentang perbedaan tersebut.
Baca Juga
Setelah kesepakatan antara operator dan kreditur tercapai, pemerintah Indonesia merencanakan rights issue dalam dua tahap tahun ini untuk mengumpulkan dana tambahan.