Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi saat ini tengah menghadapi ketidakpastian global. Namun setelah ketidakpastian tersebut berkurang, maka berpotensi menjadi salah satu negara pilihan investasi bagi investor.
Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula menyampaikan bahwa Indonesia saat ini masih memiliki salah satu imbal hasil riil tertinggi di dunia.
“Setelah ketidakpastian berkurang maka Indonesia akan menjadi salah satu negara yang memiliki potensi inflow ke pasar obligasi-nya,” ungkap Ezra saat dihubungi Bisnis, Kamis (10/3/2022).
Selain itu, kondisi makro fundamental surat utang Indonesia sendiri menurutnya saat ini suportif. Oleh sebab itu, kondisi tersebut membuat daya tarik pasar obligasi Indonesia dibandingkan dengan negara lain lebih tinggi.
Namun, Ezra mengakui bahwa terdapat beberapa ketidakpastian yang membuat investor akhirnya memilih untuk wait and see. Hal tersebut berkaitan dengan kondisi terkini konflik dari Rusia dan Ukraina serta ditambah investor masih menunggu hasil rapat The Fed yang akan dilaksanakan pekan mendatang, tepatnya 16 Maret 2022.
Saat ini pasar obligasi Indonesia tengah menghadapi pelemahan dari sisi credit default swap (CDS) 5 tahun dan imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN).
Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com, CDS 5 tahun Indonesia per 10 Maret 2022 ada di level 111,39. Posisi tersebut mengindikasikan probabilitas default atau gagal bayar sebesar 1,86 persen.
Seperti diketahui, level CDS yang semakin rendah menunjukkan ekspektasi risiko investasi yang semakin rendah pula pada instrumen surat utang suatu negara, dalam hal ini untuk surat utang Indonesia dalam denominasi rupiah.
Sementara itu, imbal hasil surat utang negara (SUN) Indonesia seri acuan 10 tahun berada di level 6,87 persen. Selama sebulan terakhir, imbal hasil SUN Indonesia telah melemah sebesar 29,2 basis poin.