Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian BUMN mengungkapkan sebanyak 4 lessor atau pemberi sewa pesawat PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) yang menyetujui proposal perdamaian untuk restrukturisasi utang perseroan. Sisanya, terdapat 35 lessor yang masih dalam proses negosiasi.
Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan hingga saat ini proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terus berjalan. Adapun, proses persidangan yang disepakati menyisakan waktu 60 hari ke depan atau hingga 21 Maret 2022.
"Di sini sementara posisi lessor, kami sudah dapat dukungan 4 lessor, yang masih progres 35 lessor. Ini yang kami sedang dorong, tentu supaya mayoritas lessor mendukung restrukturisasi," jelasnya dalam Rapat Kerja di Komisi VI DPR, Selasa (25/1/2022).
Lebih lanjut, selama 60 hari ke depan akan dijalankan verifikasi tagihan bersamaan dengan proses penyampaian negoisasi rencana perdamaian.
Garuda telah menyampaikan Proposal Perdamiana kepada seluruh lessor pada 12-17 November 2021. Adapun sebanyak 7 lessor terbesar Garuda telah membentuk komite Ad Hoc, yang harapannya Komite tersebut dapat mengarahkan lessor lainnya untuk menyepakati usulan restrukturisasi.
Erick menjelaskan dalam bahan paparannya, beberapa anggota Komite AdHoc memiliki komitmen mendukung Garuda.
Baca Juga
Saat ini dari total 39 lessor utama emiten berkode GIAA ini, terdapat 4 lessor yang sudah menyetujui proposal perdamaian, sementara 35 lessor lainnya masih dalam proses.
Garuda Indonesia sudah mendapatkan masukan dari para kreditur dan sedang dalam proses negosiasi atas proposal perdamaian yang telah disampaikan.
"Kabar baiknya, 4 lessor yang sudah menyetujui ini para lessor besar, jadi secara persentase kalau bisa dapat tambahan 3 lessor ini artinya mayoritas lessor menyetujui, sisa yang banyak itu kecil-kecil lessor-nya," paparnya.
Erick menegaskan target penambahan jumlah lessor yang menyetujui ini merupakan alasan baik Kementerian BUMN maupun Garuda Indonesia fokus terhadap negosiasi tersebut.
Selain itu, hal ini menegaskan pentingnya payung hukum melalui PKPU di persidangan ini, sehingga hasil akhir proposal perdamaian ini dapat mengikat bagi seluruh lessor.
"Contoh keberhasilan sudah ada, seperti di Philipine Airlines, berhasil restrukturisasi US$2 miliar, tentu momentum ini akan kami dorong terjadi perbaikan sistem dan cost structure yang ada di Garuda," urainya.
Sebelumnya, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetyo menjelaskan saat ini Garuda bersama dengan Pengurus PKPU yang ditunjuk majelis hakim sedang menyiapkan proposal perdamaian kepada para kreditur termasuk lessor, dengan opsi mekanisme yang sedang didiskusikan.
Sejumlah opsi yang disiapkan antara lain melalui penerbitan zero coupond bond, surat utang (notes), maupun penerbitan saham baru yang dalam pelaksanaannya tunduk pada ketentuan yang berlaku, termasuk pada ketentuan pasar modal, serta pembayaran secara langsung bagi utang yang nilainya dapat ditanggung perseroan.
"Proposal perdamaian diterima ini sangat bergantung rencan bisnis ke depan, kami memiliki utang US$9,8 miliar [setara Rp140,14 triliun], pada level berapa utang dapat dibayarkan oleh Garuda diselesaikan dalam PKPU 45 hari pertama ini, kami berharap perdamaian itu bisa tercapai secepatnya," urainya.
Dengan demikian, target Garuda Indonesia adalah memangkas jumlah utang dengan mengonversikannya ke berbagai instrumen lain, hingga nilai liabilitasnya dapat ditanggung oleh perseroan dalam bisnis baru yang akan dilaksanakan.
"Oleh karena itu, di proposal perdamaian beberapa struktur dan capital instrument yang win win solution dengan debitur, jadi pada posisi sustainable debt bisa dibayar bisnis baru ke depan, yaitu profitable, simple, digitalize atau full service," katanya.
Dia meyakini jumlah lalu lintas penumpang akan pulih pada 2022 dengan naik 40 persen, pada 2023 menjadi lebih baik lagi dan pada 2024 dapat setara dengan level sebelum pandemi Covid-19. Dengan demikian, GIAA mampu menjalankan perusahaan dan mampu menanggung utang yang ada.