Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom memperkirakan surat berharga negara (SBN) ritel pada tahun 2022 masih tetap menarik bagi investor ritel, meski dari sisi suplai diperkirakan akan menurun.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan ketertarikan investor ritel akan SBN ritel di tahun mendatang ini berkaitan dengan potensi peningkatan disposable income bagi para konsumen akibat membaiknya perekonomian.
Di sisi lain, dari segi suplai Josua memperkirakan penerbitan SBN ritel tidak akan sebanyak tahun ini. Hal tersebut berkaitan dengan penurunan kebutuhan pembiayaan akibat penurunan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Pada tahun 2021, penerbitan SBN ritel mencapai Rp97,2 triliun. Frekuensi penerbitan SBN di tahun depan tidak sebanyak tahun ini, di mana pemerintah menerbitkan SBN ritel sebanyak 6 kali,” ungkap Josua kepada Bisnis, Kamis (2/12/2021).
Sementara itu, menurutnya potensi risiko penurunan pergerakan SBN ritel di tahun depan adalah adanya potensi kenaikan suku bunga Amerika Serikat dan juga tekanan dari nilai tukar rupiah.
Namun lanjutnya, sentimen nilai tukar ini cenderung hanya berpengaruh terhadap permintaan SBN ritel yang tradable dan tidak terlalu berpengaruh pada SBN yang non-tradeable.
Baca Juga
“SBN yang masih menjadi sorotan di antaranya adalah seri ORI dan SR, seiring dengan sifatnya yang tradable. Oleh karena itu, kedua seri ini masih akan menjadi seri dengan peminat yang tertinggi di tahun depan,” papar Josua.
Sebelumnya, Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kementerian Keuangan Dwi Irianti mengungkapkan masyarakat saat ini telah bertransformasi dari yang semula sangat berorientasi menabung (saving oriented) menjadi masyarakat yang melek investasi (investment-oriented society), bahkan di usia muda.
“Itulah sebabnya pemerintah mendukung Generasi Milenial bahkan Generasi Z untuk ikut serta berinvestasi di SBN Ritel,” ujar Dwi kepada Bisnis, Selasa (30/11/2021).
Dia menyampaikan, saat ini komposisi jumlah investor milenial mencapai 36,5 persen dibandingkan dengan seluruh investor SBN ritel.
Dwi pun memperkirakan minat investor akan tetap tinggi mengingat perekonomian yang belum stabil akibat adanya virus Covid-19 varian Omicron dan pajak obligasi yang rendah yaitu 10 persen. Ditambah lagi dengan investor yang saat ini telah banyak mengenal produk SBN Ritel.
Dwi menyampaikan, melalui penerbitan SBN ritel membuktikan keseriusan pemerintah dalam memperkuat pasar keuangan domestik. Dengan begitu menurutnya ketika terjadi capital outflow oleh investor asing, tidak akan mengguncang finansial pasar Indonesia.
“Penerbitan green sukuk domestik melalui Sukuk Tabungan ini direncanakan akan terus dilanjutkan pada penerbitan selanjutnya. Hal-hal inilah yang antara lain menyebabkan Pemerintah tetap akan terus mengoptimalisasi penerbitan SBN Ritel,” ungkapnya.
Menurutnya prospek SBN ritel di tahun mendatang akan tetap baik, mengingat SBN Ritel adalah salah satu bentuk instrumen investasi yang berisiko rendah, bahkan dapat disebut sebagai zero risk, yang dapat menjadi instrumen penyeimbang dalam portofolio investasi para investor. Selain itu SBN Ritel juga sudah banyak dikenal masyarakat luas.