Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Garuda Lanjut Restrukturisasi Utang, Termasuk dari Pertamina

Restrukturisasi menjadi sebuah opsi yang paling tepat dan relevan dalam menunjang upaya pemulihan kinerja Garuda.
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Dalam kesempatan tersebut Menteri BUMN menyampaikan sejumlah perkembangan terkait vaksin Sinovac, vaksin BUMN, maskapai Garuda Indonesia, komisaris BUMN dan Asuransi Jiwasraya./ANTARA FOTO-Dhemas Reviyanto
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Dalam kesempatan tersebut Menteri BUMN menyampaikan sejumlah perkembangan terkait vaksin Sinovac, vaksin BUMN, maskapai Garuda Indonesia, komisaris BUMN dan Asuransi Jiwasraya./ANTARA FOTO-Dhemas Reviyanto

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) terus mengakselerasikan langkah pemulihan kinerja yang salah satunya melalui restrukturisasi kewajiban usaha bersama seluruh krediturnya.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan di tengah tekanan kinerja usaha yang dihadapi seluruh pelaku industri penerbangan, langkah restrukturisasi menjadi sebuah opsi yang paling tepat dan relevan dalam menunjang upaya pemulihan kinerja Garuda.

"Langkah restrukturisasi tersebut yang saat ini terus kami perkuat melalui sinergitas BUMN salah satunya bersama Pertamina dimana pada akhir tahun 2020 lalu kami berhasil memperoleh kesepakatan perpanjangan waktu pembayaran kewajiban usaha selama 3 tahun dari total outstanding yang tercatat hingga akhir tahun 2020 terhadap Pertamina," urainya Kamis (28/10/2021).

Kesepakatan tersebut yang terus diperkuat melalui diskusi penjajakan restrukturisasi bersama Pertamina untuk kewajiban usaha yang tercatat pada tahun 2021 ini.

Emiten berkode saham GIAA ini percaya langkah yang telah berhasil dijajaki bersama Pertamina maupun berbagai mitra usaha lainnya sejauh ini, menjadi fondasi fundamental bagi kelangsungan bisnis Garuda Indonesia kedepannya.

"Di tengah percepatan langkah restrukturisasi bersama mitra usaha, Garuda Indonesia memastikan bahwa seluruh aspek kegiatan operasional penerbangan akan tetap berlangsung dengan normal," katanya.

Garuda Indonesia berkomitmen senantiasa mengoptimalkan standar layanan penerbangan yang aman dan nyaman untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat maupun pengangkutan kargo bagi sektor perekonomian nasional.

Berdasarkan laporan keuangan yang tidak diaudit per 30 Juni 2021, emiten berkode GIAA ini mencatatkan pendapatan sebesar US$696,8 juta turun 24,03 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$917,28 juta.

Penurunan pendapatan tersebut terutama dikontribusi oleh turunnya pendapatan penerbangan berjadwal sebesar 25,82 persen menjadi US$556,53 juta dari US$759,25 juta.

Sementara, pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal meningkat menjadi US$41,63 juta dari posisi US$21,54 juta pada periode yang sama tahun lalu. Adapun, pendapatan lainnya juga mengalami penurunan menjadi US$98,63 juta dari US$145,47 juta.

Di sisi lain, beban usaha perseroan juga mengalami penurunan tetapi tidak signifikan penurunan pendapatan usaha. Beban usaha GIAA turun 15,99 persen menjadi US$1,38 miliar per 30 Juni 2021 dibandingkan dengan posisi US$1,64 miliar pada tahun lalu.

Beban operasional penerbangan turun menjadi US$769,35 juta dari US$945,58 juta karena terjadi penurunan jumlah pesawat yang digunakan. Sejumlah beban lainnya juga mengalami penurunan seperti beban umum dan administrasi, beban bandara, beban pelayanan penumpang, beban tiket, penjualan dan promosi, beban operasional hotel, dan transportasi.

Sedangkan, beban pemeliharaan dan perbaikan pesawat meningkat menjadi US$313,53 juta dari posisi US$224,42 juta. Beban operasional jaringan juga naik tipis menjadi US$4,7 juta dari US$4,52 juta.

Perseroan juga mencatatkan kenaikan beban keuangan menjadi US$293,52 juta dari posisi US$202,74 juta. Sehingga perseroan mencatatkan rugi sebelum pajak yang meningkat.

Adapun, rugi periode berjalan semester pertama ini meningkat menjadi US$901,65 juta naik 24,66 persen daripada semester pertama tahun lalu sebesar US$723,26 juta.

Dengan demikian, rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk juga meningkat pada semester I/2021 ini. Rugi bersih GIAA tercatat US$898,65 juta naik 26,08 persen dari rugi bersih US$712,72 juta pada 6 bulan pertama tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper