Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Genjot Ekspor Batu Bara, Bukit Asam (PTBA) Buka Pasar di Bangladesh

PTBA menargetkan kenaikan porsi ekspor batu bara tahun ini untuk memanfaatkan momentum kenaikan harga batu bara internasional.
Aktivitas penambangan batu bara PT Bukit Asam (Persero) Tbk di Tanjung Enim, Sumatra Selatan/Bloomberg-Dadang Tri
Aktivitas penambangan batu bara PT Bukit Asam (Persero) Tbk di Tanjung Enim, Sumatra Selatan/Bloomberg-Dadang Tri

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bukit asam Tbk. meningkatkan ekspor penjualan batu bara tahun ini dan membuka pasar baru di Bangladesh. Hal ini turut menjawab kebutuhan batu bara dan krisis energi global 

Direktur Utama Bukit Asam Suryo Eko Hadianto menyebutkan perseroan menargetkan kenaikan porsi ekspor batu bara tahun ini untuk memanfaatkan momentum kenaikan harga batu bara internasional.

“Perusahaan menargetkan porsi ekspor batu bara hingga akhir tahun 2021 bisa mencapai hingga 47 persen,” jelas Suryo pada konferensi pers, Senin (25/10/2021).

Direktur Pengembangan Usaha Bukit Asa Fuad Fachroeddin menambahkan, peningkatan ekspor emiten berkode saham PTBA ini sejalan dengan krisis energi global.

“Kita tahu bahwa walaupun China meningkatkan produksinya, belum dapat menutup kesenjangan konsumsi yang dibutuhkan oleh China. Kita juga tahu bahwa di Korea Selatan, harga LNG menanjak tajam. Sementara di negara lain seperti Afrika Selatan ada masalah dengan tranportasi batu bara. Hal ini mendorong permintaan batu bara yang naik tajam,” jelasnya.

Adapun, kenaikan harga LNG juga membuat negara-negara yang sebelumnya sudah beralih ke gas alam memutuskan kembali menggunakan batu bara.

“Mengenai pasar, negara tujuan ekspor PTBA selain China, Taiwan, Filipina, India, dan Vietnam, tahun ini kita membuka pasar baru ke Bangladesh. Jadi kita berorientasi ekspor, didukung dengan harga yang sangat baik,” jelas Fuad.

Harga tertinggi pada minggu ketiga Oktober, mengacu pada indeks harga batu bara global sudah mencapai US$253,55 per ton.

“Ini jauh sekali di atas harga batu bara yang pernah terjadi di 2008. Ketika itu hanya US$194,79. Sampai akhir Oktober ini, kami melihat harganya masih stabil di US$241,79,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper