Bisnis.com, JAKARTA – Harga alumunium mendekati level tertingginya dalam 1 dekade terakhir setelah terus menguat selama 7 hari beruntun. Pemangkasan produksi yang dilakukan China semakin meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap keterbatasan pasokan.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (31/8/2021), harga alumunium naik 1,9 persen ke level US$2.698,50 per metrik ton di London Metal Exchange (LME). Level harga tersebut mendekati catatan yang pernah dicapai pada April 2018 lalu, yakni US$2.718 per metrik ton, yang merupakan harga tertinggi sejak Mei 2011.
Kenaikan harga alumunium utamanya ditopang oleh rencana pemangkasan produksi oleh salah satu negara produsen utama, China. Provinsi Guangxi, yang menjadi salah satu wilayah utama produsen alumunium berniat mengurangi output material-material yang boros energi seperti alumunium.
Guangxi mengikuti langkah wilayah Xinjiang yang telah membatasi produksi alumunium pada Agustus. Kebijakan ini mengikuti perintah pemerintah pusat China yang menggalakkan program pengurangan emisi karbon.
Adapun, China memproduksi sekitar 60 persen dari total alumunium dunia yang ada saat ini. Kebijakan pemangkasan ini menimbulkan kekhawatiran sejumlah smelter besar di China yang menggelar pertemuan virtual guna memastikan kesediaan pasokan serta mengendalikan lonjakan harga yang tidak wajar.
Sepanjang tahun 2021, harga alumunium telah melonjak hampir 40 persen di London Metal Exchange. Kenaikan ini menempatkan alumunium di posisi kedua sebagai logam dasar dengan lonjakan harga terbesar pada 2021 di belakang timah.
Baca Juga
Sejumlah pelaku pasar meyakini kenaikan harga alumunium masih akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Lembaga seperti Goldman Sachs, Citigroup Inc., dan Trafigura Group memprediksi kenaikan harga akan terjadi seiring dengan defisit pasokan yang akan semakin dalam akibat pemulihan ekonomi global yang terus berjalan.