Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak global melonjak 2 persen lebih pada Senin (23/8/2021), setelah cenderung merosot belakangan ke bawah level US$70 per barel
Pada pukul 12.37 WIB, harga minyak WTI kontrak Oktober 2021 naik 2,01 persen atau 1,25 poin menjadi US$63,39 per barel. Harga minyak Brent kontrak Oktober 2021 juga naik 2,09 persen atau 1,36 poin menuju US$66,54 per barel.
Laporan Monex Investindo Futures menyebutkan harga minyak bergerak naik di awal sesi Senin (23/8), tertopang aksi beli pasar yang memandang harga minyak saat ini sudah pada level yang rendah.
Di bulan Agustus, harga minyak telah mencatat pelemahan oleh rencana kenaikan produksi dari anggota-anggota OPEC+ dan kekhawatiran turunnya permintaan minyak mentah karena kenaikan pada kasus wabah Covid-19 secara global.
"Harga minyak WTI berpeluang dibeli jika naik ke atas level $63.25, menguji kisaran $64.00 - $64.55," papar tim analis Monex dalam laporannya.
Sementara itu, dalam skenario alternatif jika turun ke bawah level $61.80, berpeluang minyak WTI dijual menguji kisaran $60.60 - $61.20. Level resisten 63.25 - 64.00 - 64.55, sedangkan level support: 61.80 - 61.20 - 60.60.
Baca Juga
Dilansir Bloomberg, berdasarkan risalah pertemuan Juli lalu yang terbit Rabu (18/8/2021), para petinggi The Fed pada bulan lalu menyetujui untuk memperlambat laju pembelian obligasi pada akhir tahun ini.
Tekanan pada harga minyak makin bertambah setelah data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa meskipun stok minyak mentah AS turun, ada kenaikan mengejutkan dalam ketersediaan bensin, yang menandakan permintaan bahan bakar jadi berisiko mengingat adanya ancaman Covid-19 varian delta.
Reli harga minyak sepanjang semester pertama tahun ini kehilangan momentum untuk melanjutkan kenaikan pada Juli dan Agustus setelah adanya ancaman pada permintaan karena adanya penyebaran Covid-19 varian Delta, termasuk di China sebagai negara importir terbesar.
Kenaikan dolar AS pada beberapa pekan terakhir juga menjadi salah satu penghambat keaikan harga minyak karena membuat harga komoditas dari AS menjadi lebih mahal. Di saat yang sama, negara-negara anggota OPEC+ memutuskan untuk memperbanyak produksi.