Bisnis.com, JAKARTA – Harga alumunium berbalik menguat seiring dengan kebijakan pemerintah China untuk membatasi industri dengan penggunaan energi tinggi di Inner Mongolia menimbulkan kekhawatiran terhadap pasokan global.
Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (3/3/2021), harga alumunium terpantau naik 3,9 persen ke level US$2.211,50 per ton pada London Metal Exchange (LME). Pada dua sesi perdagangan sebelumnya, harga alumunium sempat anjlok 4,7 persen.
Salah satu katalis pendukung rebound harga alumunium adalah kebijakan pembatasan kegiatan industri dari China. Dalam rancangan peraturan pemerintah China pada pekan lalu, proyek industri yang memakan banyak energi, seperti pemrosesan baja dan alumunium, tidak akan diberi izin mulai tahun ini.
Kebijakan tersebut kian menambah kekhawatiran pasar terhadap pasokan yang semakin berkurang setelah pemulihan permintaan yang terjadi. Jumlah persediaan alumunium pada gudang-gudang LME tercatat pada level terendahnya dalam 11 bulan terakhir.
Sementara itu, di pasar alumunium AS, premi pengiriman alumunium fisik yang dibayarkan oleh konsumen mencapai titik tertingginya sejak 2019 lalu. Hal ini didorong oleh laju pemulihan industri manufaktur AS yang semakin cepat.
Meski tingkat permintaan menunjukkan pemulihan, sejumlah analis menilai outlook pasokan alumunium global masih tidak meyakinkan.
Baca Juga
Tim analis Citigroup Inc., dalam laporannya menyebutkan, kebijakan yang dilakukan pemerintah China sentimen yang menambah kekhawatiran terhadap semakin terbatasnya pasokan alumunium dalam beberapa tahun mendatang.
“Pemerintah provinsi di China terus ditekan untuk menolak proyek smelting alumunium yang menggunakan tenaga batu bara, bahkan untuk proyek yang sebelumnya telah memiliki izin,” demikian kutipan laporan tersebut.
Sementara itu, harga timah juga kembali menguat menyusul koreksi harian terbesar dalam 10 tahun pada perdagangan sebelumnya. Harga timah tercatat naik 3,6 persen ke level US$24.300 per metrik ton setelah anjlok 8,6 persen Senin lalu.
Analis Commerzbank AG Daniel Briesemann mengatakan, penurunan harga yang sempat terjadi pada komoditas timah disebabkan oleh aksi profit taking yang dilakukan para investor.
“Kenaikan stok timah di LME juga mengindikasikan kembali normalnya pasar timah global. Jumlah persediaan komoditas ini telah naik 2 kali lipat dalam tiga minggu,” tuturnya.