Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tahun Ini, Garuda Indonesia (GIAA) Targetkan Pendapatan 50 Persen Sebelum Pandemi

Dengan perhitungan Garuda Indonesia meraih pendapatanUS$4,57 miliar pada 2019, maka target pada 2021 ini sebesar US$2,285 miliar.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra (kiri) dan Direktur Keuangan Garuda Indonesia Prasetio (kanan) saat paparan publik daring, Selasa (15/12/2020)./Dhiany Nadya Utami
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra (kiri) dan Direktur Keuangan Garuda Indonesia Prasetio (kanan) saat paparan publik daring, Selasa (15/12/2020)./Dhiany Nadya Utami

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten maskapai BUMN PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) menargetkan pendapatan 50 persen dari pendapatan 2019 atau sebelum pandemi Covid-19 pada 2021.

Artinya, jika pada 2019 pendapatannya mencapai US$4,57 miliar, target pada 2021 ini sebesar US$2,285 miliar. Dengan estimasi kurs Rp14.100 per dolar AS, target pendapatan GIAA tahun ini mencapai Rp40,18 triliun.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra optimistis kinerja emiten aviasi ini dapat minimal setengah dari sebelum Covid-19 terjadi, walaupun sejumlah kalangan memproyeksikan industri aviasi dapat pulih pada 2023.

"Target kami sebagai maskapai terlalu berani memang, pendapatan itu 50 persen dari pendapatan pada 2019. Banyak yang bilang recovery penumpang memang 2023, tapi kami percaya punya penumpang yang loyal," ujarnya, Selasa (19/1/2021).

Dia menegaskan akan fokus mengurusi penerbangan domestik mengingat penerbangan batas negara yang masih ditutup. Penerbangan domestik terangnya, cukup potensial bagi penumpang yang loyal dan memang harus melakukan perjalanan domestik.

Emiten berkode GIAA tersebut menyadari perjalanan internasional masih terbatas sehingga fokus pada penerbangan domestik. Adapun untuk penerbangan internasional, pihaknya masih membuka penerbangan kargo dan carter untuk keperluan khusus.

"Kami juga masih menunggu soal haji dan umroh, mudah-mudahan tidak terlalu lama bisa kembali seperti pada 2019," ujarnya.

Di sisi lain, target penghematan pun terus diupayakan. Berdasarkan hasil negosiasi dengan lessor pesawat pada 2020, pihaknya dapat menghemat mendekati US$15 juta per bulan, atau jika setahun dapat menghemat US$172 juta.

"Itulah target kami, kami juga banyak penghematan, urusan lessor, efisiensi juga. SDM, pengeluaran lain juga dalam pandemi, yang masih belum wajib, kami hold [tahan] sendiri," katanya.

Berdasarkan catatan keuangan 2019 atau sebelum pandemi, GIAA membukukan laba bersih sebesar US$6,98 juta, berbalik dari posisi rugi pada 2018 sebesar US$231,15 juta.

GIAA membukukan laba bersih yang diperoleh dari kenaikan pendapatan sebesar 5,59 persen menjadi US$4,57 miliar. Peningkatan pendapatan disumbang oleh oleh pertumbuhan penerbangan berjadwal dan pendapatan lainnya.

Pertumbuhan pendapatan itu juga diiringi dengan penyusutan beban usaha sebesar 4,02 persen menjadi US$4,4 miliar. Penurunan ini dikontribusi oleh efisiensi sejumlah beban, seperti beban operasional penerbangan, beban pemeliharaan dan perbaikan, serta beban bandara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper