Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RCEP Diratifikasi, Bursa Asia Bergairah

Pasar global telah kembali ke level sebelum terjadinya pandemi virus corona setelah munculnya kejelasan terkait vaksin pada pekan lalu yang mendorong saham-saham dengan valuasi yang tinggi.
Bursa Saham Korea Selatan./ Seong Joon Cho - Bloomberg
Bursa Saham Korea Selatan./ Seong Joon Cho - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Asia mengawali pekan dengan hasil positif menyusul sejumlah sentimen positif dari wilayah tersebut dan kemungkinan terjadinya lockdown di AS yang semakin kecil.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (16/11/2020), indeks Topix Jepang menguat 1 persen, sedangkan indeks Kospi Korea Selatan naik 1,1 persen.

Sementara itu, sedangkan indeks ASX 200 Australia naik 1,2 persen sebelum dihentikan sementara karena masalah teknis.

Pasar global telah kembali ke level sebelum terjadinya pandemi virus corona setelah munculnya kejelasan terkait vaksin pada pekan lalu yang mendorong saham-saham dengan valuasi yang tinggi. Sementara itu, performa saham-saham defensif tidak sebaik prediksi analis sebelumnya.

Meski demikian, pelaku pasar juga masih mengkhawatirkan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan seiring dengan lonjakan kasus virus corona di sejumlah wilayah. Amerika Serikat melaporkan penambahan kasus positif sebanyak 100 ribu infeksi dalam 10 hari beruntun. Sementara itu, Jerman akan melakukan pembatasan pergerakan selama empat hingga lima bulan mendatang.

“Ada kekhawatiran bahwa potensi lockdown di AS akan mempengaruhi pasar dalam jangka pendek. Meski demikian, sentimen investor saat ini merupakan yang palin bak sejak 2017 lalu,” ujar Head of Research Pepperston Group, Chris Weston.

Sementara itu, negara-negara di kawasan Asia Pasifik telah menandatangani Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP. Negara yang terlibat dalam perjanjian tersebut mencakup sepertiga dari populasi dan produk domestik bruto (PDB) dunia.

Seluruh 10 negara anggota ASEAN terlibat dalam perjanjian ini beserta China, Korea Selatan, Jepang, Australia dan Selandia Baru.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump telah menyiapkan sejumlah sanksi baru untuk China berupa pembatasan perdagangan terhadap perusahaan asal China dan pejabat politik di Negeri Panda tersebut dengan alasan pelanggaran HAM.

Trump juga mulai menunjukkan tanda-tanda pihaknya mengakui kemenangan Joe Biden dalam pilpres AS awal November lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper