Bisnis.com, JAKARTA — Setelah tercatat naik selama tiga bulan berturut-turut, dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana kembali mengalami penurunan pada September 2020. Namun, kondisi ini diramal kembali berbalik pada Oktober.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per 30 September 2020, NAB reksa dana secara industri tercatat sebesar Rp510,14 triliun, turun 2,05 persen dari total dana kelolaan pada akhir Agustus yang mencapai Rp520,84 triliun.
Dari sisi unit penyertaan, jumlah unit reksa dana yang beredar per akhir September juga terpantau menyusut yakni 423,96 miliar unit, sedangkan pada bulan sebelumnya unit penyertaan reksa dana mencapai 426,56 unit.
Adapun jika melihat catatan Infovesta Utama, seluruh jenis reksa dana kompak mengalami penurunan dana kelolaan, dengan penyusutan NAB paling signifikan dialami oleh reksa dana campuran yakni -5,49 persen.
Kemudian berturut-turut reksa dana pasar uang (-4,34 persen), reksa dana saham (-2,67 persen), dan reksa dana pendapatan tetap (-0,53 persen)
Adapun jika dilihat secara unit penyertaan, reksa dana pasar uang kehilangan paling banyak unit yang beredar yakni -5,53 persen. Diikuti oleh reksa dana campuran (-1,05 persen) dan reksa dana pendapatan tetap (-0,37 persen).
Baca Juga
Sebaliknya, unit penyertaan reksa dana saham terpantau bertumbuh 0,52 persen per akhir September 2020 dibandingkan akhir bulan sebelumnya, sekaligus menjadi satu-satunya jenis reksa dana konvensional yang mengalami kenaikan unit penyertaan.
Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan penyebab utama penurunan dana kelolaan reksa dana pada Septmber adalah gejolak pasar yang menekan indeks harga saham gabungan dan harga obligasi sehingga valuasi aset turun.
“Tidak hanya saham yang turun lumayan, tapi harga SUN juga turun utamanya sejak pengumuman PSBB DKI itu,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Senin (12/10/2020)
Selain itu, penyusutan unit penyertaan juga turut menekan jumlah dana kelolaan di akhir September. Namun, Wawan menyebut sebagian penurunan tersebut merupakan aksi perpindahan antarjenis reksa dana atau switching.
Salah satu yang terlihat adalah penurunan unit penyertaan reksa dana pasar uang sementara di waktu yang sama unit penyertaan reksa dana saham terpamtau naik. Wawan menyebut kemungkinan besar banyak investor yang mengalihkan dananya ke instrumen berbasis saham.
“Kemungkinan sebagian yang dari pasar uang ini switching ke sana [reksa dana saham],” kata dia.
Menurutnya, fenomena switching ini memang lazim terjadi di industri reksa dana. Dia menjabarkan, ketika reksa dana saham tengah tertekan para investor biasanya memanfaatkan momentum tersebut untuk melakukan pembelian.
“Jadi sebetulnya behavior-nya [investor] reksa dana sudah cukup shopistocated ya jadi mereka sudah bisa memanfaatkan momen. Malah nanti kalau IHSG naik tinggi malah bisa pada redeem,” tuturnya.
Wawan optimistis dana kelolaan reksa dana dapat kembali naik pada Oktober mengingat IHSG tengah tancap gas melanjutkan penguatannya sejak awal bulan. Bahkan, kini IHSG telah kembali menembus level 5.000.
Dia menilai ada sejumlah katalis positif yang akan mendukung penguatan pasar pada bulan ini antara lain sentimen dari disahkannya UU Cipta Kerja serta pencabutan status PSBB ketat menjadi PSBB transisi kembali.
“UU Cipta Kerja ini walaupun didemo tapi dalam jangka panjang kan disebut baik untuk bisnis, lalu di luar dugaan PSBB DKI kembali ke transisi. Ini pasti akan menguntungkan emiten jadi kemungkinan harga [saham] akan terus naik,” tutur Wawan.