Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan PT Adaro Energy Tbk. menyebut pasar batu bara mulai menunjukkan perbaikan, terutama di tiga kawasan yang menjadi target perusahaan.
Head of Corporate Communication Division Adaro Energy Febriati Nadira menjelaskan secara umum pasar batu bara sudah mulai membaik didukung oleh permintaan dari India, Taiwan, dan Asia Tenggara.
“Namun, permintaan dari China sempat berkurang di periode Agustus dan September dikarenakan musim hujan yang ekstrim sehingga China lebih banyak memproduksi listrik melalui hydropower,” ujar Febriati kepada Bisnis, Kamis (8/10/2020).
Selain itu, permintaan dari Jepang dan Korea Selatan masih cenderung lemah, sejalan dengan indeks manufaktur kedua negara itu yang masih terkontraksi di bawah 50 sepanjang Januari hingga September 2020.
Terlepas dari hal itu, emiten berkode saham ADRO itu akan tetap fokus terhadap upaya peningkatan keunggulan operasional dan pengendalian biaya dan efisiensi untuk mempertahankan kinerja yang solid.
Menurut Febriati, ADRO memiliki model bisnis yang terintegrasi dan efisien yang telah terbukti sukses dalam menghadapi siklus batu bara. Pilar-pilar non batu bara akan terus memberikan kontribusi yang stabil kepada Adaro Energy serta menjadi penyeimbang volatilitas batu bara.
Baca Juga
“Selain itu, salah satu strategi kami yaitu mendiversifikasi bisnis mining dengan masuk ke bisnis coking coal,” papar Febriati.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Adaro Energy Mahardika Putranto mengatakan perseroan merevisi panduan produksi batu bara menjadi 52 juta ton—54 juta ton pada 2020. Target itu 10 persen lebih rendah dari yang disampaikan oleh perseroan sebelumnya.
“Langkah ini kami lakukan karena prioritas kami menjaga margin yang sehat dan tidak hanya mengejar pertumbuhan volume produksi,” ujarnya dalam paparan publik daring, Jumat (28/8/2020).
Sebagai catatan, Adaro Energy melaporkan produksi batu bara 27,29 juta ton pada semester I/2020. Jumlah itu turun 4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Tekanan harga batu bara membuat emiten berkode saham ADRO itu jugar merevisi target EBITDA operasional menjadi US$600 juta—US$800 juta pada 2020. Perseroan menyatakan akan terus melakukan disiplin dan efisiensi terhadap biaya.
Emiten pertambangan memang mendapatkan momentum untuk memperbaiki kinerjanya di sisa tahun ini seiring dengan penguatan harga batu bara dan pemulihan permintaan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Rabu (7/10/2020) harga batu bara Newcastle untuk kontrak teraktif, pengiriman November 2020, berhasil parkir di level US$60,1 per ton, melemah 0,97 persen. Harga melemah setelah menguat dua hari berturut-turut.
Adapun, harga batu bara telah menguat hingga 19,25 persen sejak menyentuh level terendahnya pada satu bulan lalu di level US$53,5 per ton. Kendati demikian, sepanjang tahun berjalan 2020 harga batu bara masih terkoreksi 17,10 persen.