Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Covid-19 Melonjak, Bursa Asia Anjlok

Pelaku pasar khawatir jumlah kasus baru akan membuat pemerintah di banyak negara membatalkan rencana pembukaan kembali kegiatan perekonomian.
Tokyo Stock Exchange./Bloomberg
Tokyo Stock Exchange./Bloomberg

Bisnis.com,JAKARTA — Bursa Asia menutup perdagangan hari Kamis (25/6/2020) dengan koreksi yang lebih dalam setelah dibuka di zona merah.

Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (25/6/2020), indeksS&P/ASX200 Australia memimpin reli negatif ini dengan koreksi 2,48 persen ke level 5.817,69  disusul oleh Kospi Korea Selatan yang anjlok terkoreksi sebesar 2,27 persen ke 2.112,37.

Sementara itu,indeks Topix Jepang juga melemah 1,18  persen ke level 1.561,85 setelah indeks berjangka S&P 500 anjlok 2,6 persen.

Salah satu sentimen pemberat pergerakan saham hari ini kekhawatiran investor terhadap kenaikan kasus positif virus corona di sejumlah negara. Hal tersebut dapat membuat pemerintah negara memperlambat atau bahkan membatalkan pembukaan kembali kegiatan ekonomi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengatakan pandemi Covid-19 belum mencapai puncaknya di kawasan Amerika dan infeksi global kemungkinan akan mencapai 10 juta dalam seminggu ini.

Selain sentimen pandemi Covid-19, indeks saham di Asia juga berguguran seiring ketegangan di sektor perdagangan antara Uni Eropa dengan Amerika Serikat. Pemerintah AS mempertimbangkan untuk memberi tarif sebesar US$3,1 miliar untuk ekspor barang dari Perancis, Jerman, Spanyol, dan Inggris.

Pada saat yang sama, AS juga berencana untuk menetapkan tarif ekspor  baru kepada barang ekspor lain seperti zaitun, bir, dan truk serta menambah bea masuk untuk barang lain seperti pesawat, keju, dan yogurt. Di sisi lain, Uni Eropa berencana untuk melarang turis asal AS masuk ke negara-negara anggotanya.

Portfolio Manager di Wells Fargo Asset Management, Margie Patel mengatakan, pasar saham kembali merasakan sentimen negatif virus corona yang berpotensi memperlambat proses pembukaan kegiatan ekonomi dan menekan pergerakan saham.

"Pergerakan positif yang berlangsung sejak akhir Maret lalu sepertinya memang harus terkontraksi selama beberapa waktu," katanya.

Sementara itu, International Monetary Fund (IMF) telah merevisi outlook perekonomian dunia dan memperkirakan resesi akan kian dalam dan pemulihan yang berjalan lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper