Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak 98 persen dari emiten yang tercatat pada indeks S&P 500 telah diperdagangkan melewati rata-rata pergerakan 50 hari emiten ersebut.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (9/6/2020), indeks S&P 500 telah naik 44 persen sejak mengalami pelemahan terbesar pada 23 Maret lalu. Kenaikan ini berasal dari harapan investor terhadap pemulihan ekonomi yang cepat dengan dibantu dengan sejumlah stimulus.
Catatan ini sekaligus menjadi kenaikan terbaik selama 53 hari perdagangan sejak 1933. Indeks ini mengalami kenaikan untuk ke sembilan kalinya dalam 11 hari perdagangan dan ditutup pada lebel 3.232,39, di atas angka penutupan pada perdagangan awal tahun.
Head of Asia Investment Strategy di Citi Private Bank, Ken Peng mengatakan, tren indeks ini bukan hal yang mengejutkan. Ia mengatakan penguatan ini tidak hanya terjadi pada pasar modal, tetapi juga pada perekonomian secara umum.
“Resesi kali ini adalah resesi paling tajam sekaligus paling singkat dan saat ini tren pemulihannya menunjukkan bentuk v-shaped recovery,” jelasnya.
Laporan pekerjaan di AS secara tidak terduga naik 2,5 juta pada Mei 2020, sementara tingkat pengangguran turun dari 14,7 persen pada April menjadi 13,3 persen. Data tersebut menunjukkan pemulihan ekonomi yang lebih cepat dari perkiraan dengan dukungan pembukaan kegiatan ekonomi dan paket stimulus dari pemerintah.
Sebelumnya, berdasarkan data Bloomberg, indeks S&P 500 ditutup menguat 1,20 persen atau 38,46 poin ke level 3.232,39. Penguatan ke level tertinggi dalam 15 pekan ini memperpanjang kenaikan indeks saham acuan tersebut dari level terendahnya pada Maret menjadi hampir 45 persen.
Saham energi mendorong kenaikan S&P 500 dengan melonjaknya saham Occidental Petroleum Corp. setelah Bloomberg News melaporkan perusahaan ini sedang meninjau opsi-opsi untuk aset Timur Tengah.