Bisnis.com, JAKARTA — Lapangan minyak terbesar Libya, Sharara, mulai kembali berproduksi setelah berhenti beroperasi karena adanya blokade sejak pertengahan Januari 2020.
Lapangan Sharara tak bisa beroperasi selama hampir 5 bulan setelah ditutup paksa oleh para pendukung Khalifa Haftar, seorang perwira militer yang kini terlibat dalam Perang Saudara Libya Kedua.
Bloomberg melansir Minggu (7/6/2020), secara keseluruhan, para pendukung Haftar telah memblokir lapangan minyak dan pelabuhan utama Libya sejak awal 2020, yang berimbas pada anjloknya produksi minyak negara itu dari 1,2 juta barel per hari menjadi hanya sekitar 90.000 barel per hari. Situasi ini secara tak langsung membantu upaya Organization of the Petroleum Exporting Countries dan negara-negara aliansinya, alias OPEC+, dalam menstabilkan harga minyak dunia.
Pada Sabtu (6/6), Haftar mengatakan telah menerima gencatan senjata dan upaya mengakhiri perang yang didukung oleh Mesir. Langkah ini diharapkan dapat membuka peluang terjadinya pemulihan produksi secara menyeluruh.
Adapun kembali beroperasinya Lapangan Sharara ditandai dengan dibukanya jaringan pipa minyak yang terhubung dengan Pelabuhan Zawiya pada Jumat (5/6). Sebelum ditutup, lapangan tersebut mampu memproduksi hingga 300.000 barel per hari.
Lapangan Sharara dioperasikan dalam bentuk joint venture antara National Oil Corp. dengan Total SA, Repsol SA, OMV AG, dan Equinor ASA.