Bisnis.com, JAKARTA – Relaksasi perpanjangan tenor surat utang dan pinjaman dana talangan yang akan dijamin oleh Kementerian Keuangan bersama dengan Kementerian BUMN dianggap sebagai angin segar bagi emiten penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Analis FAC Sekuritas, Wisnu Prambudi Wibowo menyatakan sejumlah relaksasi yang dipaparkan Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada hari ini, Jumat (5/6/2020), dapat menambah nafas dari emiten pelat merah tersebut.
“Tentu relaksasi tersebut menjadi tambahan tenaga bagi GIAA untuk bertahan di tantangan industri aviasi yang suram,” ujar Wisnu kepada Bisnis, Jumat (5/6/2020).
Hal ini, lanjut Wisnu, langsung direspon positif oleh pasar tercermin dari kenaikan harga saham GIAA sebesar 15 persen atau 36 poin ke level Rp276 pada penutupan pasar hari ini. Baginya, kenaikan harga saham ini bisa menguntungkan investor dalam jangka pendek.
Kendati demikian, Wisnu menyebutkan bisnis aviasi pada saat ini tengah dalam tekanan. Sehingga, ia menyarankan bagi investor untuk wait and see terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
“Kalau jangka pendek itu ada level psikologis Rp300, resisten terdekat Rp284,” ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan bahwa kunci utama dalam menghadapi era ini adalah adalah menjaga kesinambungan keberlangsungan bisnis perusahaan dengan tren permintaan dan penawaran pada era kenormalan baru seperti saat ini.
“Efisiensi menjadi hal penting yang harus diperhatikan dalam menghadapi era new normal ini. Mindset bisnis penerbangan juga harus terus berevolusi menyelaraskan dengan realitas kondisi yang ada. Langkah tersebut yang secara bertahap terus kami lakukan mulai dari aspek operasional hingga optimalisasi lini bisnis,” jelasnya dikutip dari rilis pers, Jumat (5/6/2020).
Sang burung besi juga telah melakukan serangkaian upaya pemulihan kinerja perusahaan yang fokus utamanya adalah memastikan beban operasi bergerak dinamis dengan tantangan kinerja yang ada saat ini, seperti melalui upaya renegosiasi biaya sewa pesawat sekaligus
memperpanjang masa sewa pesawat, melakukan renegosiasi kewajiban perusahaan yang akan jatuh tempo, hingga melakukan program efisiensi biaya dengan memprioritaskan keselamatan dan layanan penerbangan.
Untuk diketahui, emiten berkode saham GIAA tersebut berhasil membukukan laba bersih sebesar US$6,98 juta pada tahun lalu. Capaian laba bersih tersebut sejalan dengan kenaikan pendapatan usaha sebesar 5,59 persen dari pencapaian tahun 2018, yaitu menjadi sebesar US$4,57 miliar.
Adapun pada 2019, perseroan juga berhasil mencatatkan perolehan positif pada laba usaha dengan nilai sebesar US$147,01 juta.