Bisnis.com, JAKARTA – Pengalihan beberapa perusahaan tekstil dengan memproduksi masker dan alat pelindung diri (APD) di tengah pandemi Covid-19 nyatanya belum mampu mendongkrak pendapatan.
Akibatnya, strategi lain yang dijalankan oleh perusahaan tekstil saat ini ialah dengan melakukan efisiensi seperti menekan beban biaya karyawan melalui aksi merumahkan karyawannya.
Sebelumnya Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) melansir akhir pekan lalu, Jumat (24/4/2020) terdapat 1,89 juta karyawan di industri tekstil yang dirumahkan. Hal ini membuat sisa karyawan yang masih aktif bekerja di industri TPT hanya sekitar 809.000 orang.
Analis MNC Sekuritas Victoria Venny mengatakan emiten tekstil menempuh berbagai cara untuk menjaga kinerja. Selain diversifikasi produk, efisiensi dengan menekan biaya karyawan adalah pilihan terbaik bagi perusahaan agar tetap bertahan di kondisi Covid-19.
“So far memang utilization rate mereka (industri tekstil) sudah mau mentok kisaran 90 persen keatas. Di sisi lain, kalau mereka memutuskan untuk tambah kapasitas produksi saat ini, kondisinya lagi kurang memungkinkan karena pembatasan sosial akibat Covid-19,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (29/4/2020).
Dalam hal ini, Venny menilai emiten-emiten yang kinerja fundamentalnya baik akan diuntungkan karena saat kondisi memaksa harus melakukan ekspansi, perusahaan tersebut memiliki struktur modal yang baik.
Baca Juga
“Produksi masker dan APD memang bisa mem-boosting penjualan tapi di sisi lain utilisasi hampir full dengan beban karyawan yang meningkat menjadi tantangan tersendiri,” tuturnya.
Oleh karena itu, belum ada emiten dari sektor tekstil yang dianggapnya menarik di kondisi saat ini mengingat saham-saham sektor ini pun kurang likuid untuk ditransaksikan.
Senada dengan Venny, analis FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo pun menuturkan kontribusi penjualan masker dan APD untuk mendongkrak penjualan berpengaruh sangat kecil dibandingkan segmen garmen dan fashion yang mayoritas berkontribusi terhadap omzet perseroan.
Pada kondisi saat ini, permintaan garmen sendiri menurun sangat signifikan akibat wabah Covid-19 diakibatkan konsumen lebih fokus pada kebutuhan pangan terlebih dahulu.
“PHK atau dirumahkan terjadi di berbagai sektor juga, selain itu daya beli ketika puasa dan lebaran tahun ini juga jauh berkurang dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar Wisnu kepada Bisnis, Selasa (29/4/2020).
Dengan demikian, Wisnu menyebutkan pihaknya belum merekomendasi saham untuk emiten sektor tekstil mengingat pihaknya pun masih wait & see bercermin dari pergerakan saham pada sektor padat karya tersebut.
“Memang secara valuasi sudah murah seperti SRIL di kondisi saat ini. Tapi lebih baik wait & see,” pungkasnya.