Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Jepang tergelincir dari relinya dan berakhir di zona merah pada perdagangan hari ini, Kamis (9/4/2020), di tengah kekhawatiran tentang dampak pandemi virus corona (Covid-19).
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix ditutup di level 1.416,98 dengan pelemahan 0,60 persen atau 8,49 poin dari level 1.425,47 pada penutupan perdagangan Rabu (8/4/2020).
Sejalan dengan Topix, indeks Nikkei 225 berakhir di level 19.345,77 dengan koreksi tipis 0,04 persen atau 7,47 poin dari level 19.353,24 pada perdagangan sebelumnya. Sepanjang perdagangan hari ini, Nikkei bergerak dalam kisaran 19.158,55 – 19.406,96
Saham Fujifilm Holdings Corp. yang melorot 7,08 persen membukukan penurunan terdalam, disusul saham West Japan Railway Co. (-5,42 persen) dan Denka Co. Ltd. (-4,77 persen).
Kedua indeks saham utama Jepang tersebut tergelincir ke posisi lebih rendah karena investor tetap berhati-hati dan khawatir tentang dampak pandemi virus corona terhadap laba korporasi Jepang.
Padahal, indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq Composite di bursa Wall Street AS, yang seringkali menjadi acuan pergerakan saham Jepang, mampu melonjak pada perdagangan Rabu (8/4/2020), didorong harapan bahwa pandemi corona kemungkinan sedang memuncak.
Baca Juga
“Agak terlalu dini untuk menyebut terjadi puncak resmi dalam wabah itu, bahkan jika ada optimisme,” ujar Esty Dwek, kepala strategi pasar global di Natixis Investment Manager, dikutip dari Economic Times.
Negeri Sakura mencatat 503 kasus infeksi baru akibat corona pada Rabu, kenaikan terbesarnya secara harian sejak wabah ini mengemuka.
Pada Selasa (7/4/2020), PM Shinzo Abe mengumumkan status darurat bagi Tokyo dan 6 prefektur lain di sekitarnya yakni Osaka, Kanagawa, Saitama, Chiba, Hyogo dan Fukuoka.
Kebijakan tersebut diumumkan menyusul adanya lonjakan jumlah kasus corona virus di kota metropolitan itu dan diberlakukan efektif pada Selasa hingga satu bulan ke depan.
Langkah ini memberi wewenang kepada pemerintah-pemerintah daerah untuk menahan penyebaran virus termasuk mendesak warga untuk tetap tinggal di rumah.
Pada saat yang sama, pemerintah juga mengumumkan paket stimulus sebesar 108,2 triliun yen atau US$994 miliar untuk menopang ekonomi dari dampak virus corona.
Goldman Sachs namun menyatakan ekonomi Jepang berpotensi menyusut hingga 25 persen, meskipun ditopang stimulus senilai US$994 miliar.
Ekonom Goldman Sachs Naohiko Baba dan Yuriko Tanaka dalam catatannya juga melihat kinerja ekspor akan anjlok 60 persen pada kuartal kedua tahun ini.
Perkiraan tersebut adalah penilaian suram terbaru mengenai ekonomi Jepang sebagai imbas pembatasan aktivitas ekonomi di masa pandemi virus Corona. Penetapan status darurat mencakup hampir setengah dari output negara, seperti dilansir dari Bloomberg.