Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gejolak Pasar Sulut ‘Cash Crunch’, Bursa Asia Terguling

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melemah 1,04 persen ke level 16.552,83, indeks Taiex Taiwan anjlok 5,83 persen ke posisi 8.681,34 dan indeks Kospi Korea Selatan terperosok 8,39 persen ke 1.457,64.
Bursa Saham Korea Selatan./ Seong Joon Cho - Bloomberg
Bursa Saham Korea Selatan./ Seong Joon Cho - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Asia terguling lebih lanjut di zona merah pada perdagangan hari ini, Kamis (19/3/2020), terlepas dari meningkatnya upaya pemerintah negara-negara di dunia untuk menopang ekonomi yang terdampak wabah virus corona (Covid-19).

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melemah 1,04 persen ke level 16.552,83, indeks Taiex Taiwan anjlok 5,83 persen ke posisi 8.681,34 dan indeks Kospi Korea Selatan terperosok 8,39 persen ke 1.457,64.

Adapun indeks Hang Seng Hong Kong anjlok 2,04 persen ke posisi 21.836,24 pukul 14.55 WIB dan indeks Shanghai Composite China berakhir melorot 0,98 persen menjadi level 2.702,13. Bursa saham di kawasan Asia Tenggara juga tertekan di zona merah.

Sementara itu, indeks S&P ASX/200 Australia turun tajam 3,4 persen ke level 4.7982,90 setelah bank sentral Negeri Kanguru mengumumkan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin ke rekor level terendah 0,25 persen.

“Sungguh menakjubkan betapa minimnya dampak dari langkah penurunan [suku bunga] yang besar oleh bank-bank sentral dan sejumlah besar uang tunai yang telah ditempatkan,” ujar Stephen Innes dari AxiCorp.

Pada dasarnya, penurunan bursa saham di Asia mengikuti kemerosotan indeks Dow Jones Industrial Average sebesar lebih dari 1.300 poin atau 6,3 persen pada Rabu (18/3/2020), yang kini telah hampir menghapus seluruh kenaikan yang dicatatkannya sejak Presiden Donald Trump menjabat.

Pada Rabu, Trump menandatangani rancangan undang-undang (RUU) paket bantuan, yang telah disetujui sebelumnya oleh Senat, untuk menjamin cuti sakit dan mendukung para pekerja yang jatuh sakit.

Sementara itu, European Central Bank (ECB) meluncurkan program pembelian obligasi darurat senilai 750 miliar euro atau US$820 miliar sebagai bagian dari upaya menenangkan pasar dan melindungi ekonomi kawasan euro yang berjuang mengatasi dampak virus corona.

Meski demikian, investor tetap bergulat dengan ketidakpastian tentang seberapa buruknya ekonomi terpukul, berapa banyak laba perusahaan yang akan dihasilkan, dan berapa banyak perusahaan yang bangkrut karena krisis uang tunai (cash crunch).

“Kekacauan ini menciptakan 'cash crunch', yang menempatkan tekanan pada lembaga-lembaga keuangan,” ujar Jackson Wong dari Amber Hill Capital di Hong Kong.

"Itu sebabnya pasar keuangan berkinerja sangat buruk,” sambungnya, dilansir dari Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper