Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpapar Corona, Minyak Sentuh Level Terendah Sejak Februari 2016

Di tengah kekhawtiran pelaku pasar terhadap virus coroona, pelaku pasar memantikan hasil petemuan OPEC dan sekutunya pada Maret 2020. Pertemuan itu dinilai bisa mempengaruhi tren harga minyak yang sudah jatuh ke level terendah sejak Februari 2016.
Anjungan lepas pantai./Bloomberg
Anjungan lepas pantai./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak tak lagi mendidih. Kekhawatiran pasar atas penyebaran virus corona membuat harga minyak tergelincir hingga menyentuh level terendah pada Februari 2016.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (28/2/2020) hingga pukul 17.37 WIB, minyak jenis WTI di bursa Nymex untuk kontrak April 2020  melemah 3,57 persen ke level US$45,41 per barel. 

Level tersebut merupakan yang terendah sejak Februari 2016. Sepanjang pekan ini, minyak telah bergerak turun sekitar 14 persen, menuju penurunan mingguan terbesar sejak Mei 2011. 

Sementara itu, minyak jenis Brent untuk kontrak April 2020 di bursa ICE terkulai 2,86 persen atau 1,49 poin menjadi US$50,69 per barel. Sepekan lalu, harga telah bergerak melemah sekitar 13 persen.

Sepanjang tahun berjalan 2020, minyak WTI telah terkoreksi 25,63 persen dan minyak Brent melemah 23 persen, menjadi komoditas dengan kinerja terburuk hingga tahun berjalan (year to date).

Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan dinginnya harga minyak disebabkan oleh penyebaran virus corona atau covid-19 yang meluas hingga Korea, Jepang, dan Italia. Terbaru, di Amerika Serikat sudah terdapat satu masyarakat terduga tertular virus corona.

Hal itu telah meningkatkan kekhawatiran pasar akan semakin memicu perlambatan permintaan minyak mentah dunia seiring dengan pembatasan perjalanan di seluruh dunia dan potensi daya konsumsi yang rendah.

“Belum lagi, produksi minyak AS yang diproyeksi masih cukup besar sehingga berpotensi pasokan minyak dunia semakin membludak di tengah pelemahan permintaan minyak akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi global,” ujar Faisyal saat dihubungi Bisnis, Jumat (28/2/2020).

Oleh karena itu, pasar saat ini akan fokus terhadap rilis data aktivitas rig minyak AS yang dirilis pada akhir pekan ini waktu setempat. Jika aktivitas rig AS masih pada level yang lebih tinggi maka minyak siap akan semakin bergerak lebih rendah daripada level saat ini.

Tergantung OPEC Plus

Di sisi lain, pasar minyak menunggu pertemuan Organisasi Negara  Pengekspor Minyak atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, pada 5-6 Maret 2020 mendatang.

Arab Saudi berupaya mendorong pengurangan produksi kolektif OPEC+ bertambah 1 juta barel per hari, lebih dari pengurangan yang direkomendasikan awal bulan ini oleh panel teknis OPEC+, yaitu 600.000 barel per hari.

Untuk diketahui, sebelumnya OPEC dan sekutunya telah menyepakati untuk memangkas produksi minyak hingga 2,1 juta barel per hari yang akan berakhir pada Maret 2020.

Pasar berharap kelompok eksportir itu dapat memangkas produksi lebih dalam untuk menyeimbangi lambatnya permintaan minyak yang membuat harga minyak anjlok cukup dalam. 

Kendati demikian, Rusia dikabarkan menolak usulan pemangkasan produksi yang lebih dalam sehingga perbincangan kebijakan itu pun menjadi lebih alot.“Pergerakan minyak hanya akan naik kalau OPEC+ akan mencapai kesepakatan untuk memangkas produksinya lebih dalam,” jelas Faisyal.

Dia juga menjelaskan, minyak secara keseluruhan masih bearish dan pada pekan depan diproyeksi bergerak menguji level support US$42 per barel hingga US$43 per barel. Sebaliknya, jika harga mampu bergerak naik maka target terdekat minyak berada di level US$47 per barel hingga US$48 per barel.

Ekonom Oversea-Chinese Banking Corp Singapura Howie Lee mengatakan bahwa berapapun pemangkasan produksi yang dilakukan oleh OPEC dan sekutunya pada pekan depan mungkin sedikit terlambat, mengingat harga minyak saat ini telah turun begitu cepat.

“Jika OPEC+ memangkas 1 juta barel, saya yakin bisa menopang harga sedikit, tetapi jika kurang dari batas itu tampaknya minyak tidak akan terbantu apapun dan akan terus jatuh lebih dalam,” ujar Howie seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (28/2/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper