Bisnis.com, JAKARTA - Pasar obligasi pada hari ini diperkirakan akan dibuka melemah. Investor sebaiknya melakukan aksi profit taking secepatnya sebelum kontraksi yang lebih dalam.
Menurut laporan pagi dari Pilarmas Investindo Sekuritas, penurunan pada pasar obligasi yang telah berlangsung ini diharapkan konsisten, karena sejauh ini penurunan tersebut dibutuhkan.
Kontraksi tersebut, dapat terjadi karena dua faktor, pertama adalah karena mekanisme pasar, atau turun karena adanya lelang yang akan diadakan Pemerintah hari ini.
Sejauh ini, pasar obligasi mulai menunjukkan tanda tanda perubahan trend dalam jangka waktu pendek. Riset tersebut menyatakan sikap kehati hatian merupakan saat yang baik saat ini. Hal ini karena Pilarmas melihat saat ini pasar obligasi sudah berada di puncak harga.
"Oleh sebab itu sudah saatnya untuk melepas dan profit taking sebelum harga obligasi kembali terkoreksi lebih dalam," demikian kutipan laporan tersebut, Selasa (4/2/2020).
Pilarmas memproyeksikan, pasar obligasi pagi ini akan dibuka melemah dengan potensi pergerakan bervariatif. Pergerakan harga tersebut akan menanti hasil lelang yang akan keluar hari ini.
Situasi dan kondisi tersebut akan mendorong para pelaku pasar dan investor untuk melirik obligasi jangka pendek untuk menahan potensi volatilitas yang terjadi di pasar.
Di tengah ketidakpastian yang cukup tinggi, Pilarmas masih menyakini pasar obligasi masih akan kedatangan penawaran yang cukup besar hari ini dengan rentang Rp40 triliun– Rp50 triliun. Penawaran dalam jumlah ini akan menjaga daya tarik obligasi dalam negeri.
Laporan tersebut juga memperkirakan obligasi FR0081 dan FR0082 akan diminati banyak investor. Selain itu, investasi di obligasi jangka panjang juga dinilai perluuntuk menyeimbangkan portfolio.
Di China, pasar keuangan kembali dibuka dan langsung mengalami penurunan sekitar 8 persen. Harga komoditas baik bijih besi maupun minyak mentah pun langsung mengalami penurunan yang diikuti dengan pelemahan mata uang yuan terhadap dolar.
Perjuangan para Lembaga Keuangan untuk menjaga likuiditas dan ketenangan di pasar kemarin dinilai sia sia, karena investor masih mencoba untuk keluar dari pasar keuangan China.
Sementara itu, di Indonesia naiknya rating utang Indonesia yang diberikan oleh Japan Credit Rating (JCR) memberikan sedikit gambaran stabilitas ekonomi di Indonesia yang mulai membaik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di level 5 persen dinilai menjadi penopang JCR dalam menaikkan rating Indonesia dari BBB ke BBB+.
Selain itu, perlambatan dunia yang terjadi saat ini memang cukup berdampak pada beberapa negara yang setara dengan Indonesia. Namun, kinerja pemerintah untukmengendalikan inflasi sesuai target dinilai cukup baik, sehingga hal tersebut menjadi satu alasan JCR menaikkan rating Indonesia.