Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Asia turun tajam pada perdagangan Kamis (23/1/2020), di tengah meningkatnya keresahan investor atas penyebaran virus corona (coronavirus) baru asal China menjelang libur Tahun Baru Imlek.
Berdasarkan data Reuters, indeks MSCI Asia Pacific, selain Jepang, melorot 1,07 persen. Pelemahannya didorong bursa China yang anjlok sekitar 3 persen.
Penurunan di China adalah penurunan harian terbesar sejak 6 Mei 2019, ketika ancaman Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif tambahan pada barang-barang China mengguncang pasar keuangan.
Sementara itu, indeks Nikkei Jepang melemah 0,99 persen dan indeks Hang Seng Hong Kong merosot 1,91 persen. Indeks futures Stoxx 50 Euro pun turun 0,4 persen, menunjukkan beratnya sesi perdagangan yang akan dialami bursa saham Eropa.
Di pasar mata uang, nilai tukar yuan China melemah ke level terendahnya dalam dua pekan. Sebaliknya, aset-aset investasi aman (safe haven) seperti yen Jepang, emas, dan obligasi AS menanjak setelah pemerintah China memulai blokade kota Wuhan, tempat virus ini bermula.
Kematian di China akibat coronavirus baru bertambah menjadi 17 pada Rabu (22/1/2020), dengan hampir 600 kasus dikonfirmasi.
Penularan wabah ini telah membangkitkan kekhawatiran atas pengalaman wabah Sindrom Pernapasan Akut Parah, atau SARS, sekitar 17 tahun lalu yang menelan hampir 800 nyawa.
"Pasar mengekspresikan kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan,” ujar Michael McCarthy, kepala strategi pasar di CMC Markets, Sydney.
“Virus corona telah memicu sebagian kehati-hatian. Tidak ada alasan untuk memperkirakan pandemi global sekarang, tetapi ada perubahan posisi di pasar keuangan,” tambahnya, seperti dilansir Reuters.
Sejumlah kasus akibat virus ini telah terdeteksi di Beijing, Shanghai, Makau, Hong Kong, Jepang, dan Amerika Serikat. Wali Kota Wuhan menutup jaringan transportasi dan mendesak warga untuk tidak bepergian karena khawatir dengan penyebaran wabah itu.
Namun, ada kekhawatiran virus tersebut dapat menyebar dengan cepat, mengingat jutaan warga China bepergian ke dalam dan luar negeri ini selama liburan Tahun Baru Imlek, yang dimulai pada Jumat (24/1/2020).
Wabah virus corona pun dikhawatirkan berdampak pada pergerakan maskapai penerbangan sekaligus mendorong harga minyak terjerembab.
Pada saat yang sama, peringatan dari International Energy Agency (IEA) tentang surplus minyak dan peningkatan yang lebih besar dari perkiraan dalam persediaan minyak mentah AS membangkitkan kerisauan soal kelebihan pasokan.
Saham Air China terjungkal 4,06 persen ke level terendah dalam enam pekan. Saham Qantas Airways turun 1,77 persen, sedangkan saham Japan Airlines Co. dan ANA Holdings Inc. masing-masing turun 1,82 persen dan 1,84 persen.