Bisnis.com, JAKARTA - Dengan meningkatnya optimisme bahwa tahun 2020 akan menjadi tahun ekonomi global akhirnya berubah arah, ada baiknya mengawasi won Korea dan dolar Taiwan.
Studi Bloomberg yang dilansir pada Sabtu (30/11/2019) terhadap sembilan mata uang Asia yang muncul menunjukkan kedua mata uang itu berpeluang untuk melakukan yang terbaik.
Ini didasarkan pada analisis korelasi terhadap pertumbuhan global, pertumbuhan Cina, dan pergerakan dalam hasil Treasury selama lima tahun terakhir.
Rupee India juga menempati peringkat tinggi dalam hal korelasi dengan pertumbuhan global. Peso Filipina, yang berkinerja terbaik di kawasan ini pada kuartal ini, tampaknya akan diuntungkan oleh kenaikan pertumbuhan karena alasan yang sama.
Tanda-tanda kemajuan dalam sengketa perdagangan AS-Cina dan perbaikan dalam data ekonomi global menambah kepercayaan bahwa yang terburuk mungkin berakhir setelah perlambatan global terdalam dalam satu dekade.
Gelombang pemotongan suku bunga dari bank sentral dunia juga telah membantu kebijakan moneter agar lebih mudah memberikan dorongan untuk aset berisiko.
Indeks Indikator Aktivitas dari Goldman Sachs Group Inc., menunjukkan kemungkinan rebound pertumbuhan pada tahun 2020 tepatnya pada akhir Oktober.
Dolar Taiwan terlihat paling menguntungkan. Pasalnya, mata uang ini memiliki korelasi kuat dengan aktivitas global.
Padahal, analisis Bloomberg sebelumnya menyebutkan penilaian relatif tinggi dari dolar Taiwan mungkin membatasi potensi apresiasi tahun depan.
Jika ekonomi China melanjutkan pelambatan strukturalnya, maka mata uang kawasan akan mendapat dampak buruk. Mata uang kawasan tersebut seperti rupiah, baht, dan dolar Singapura yang semua memiliki sensitivitas yang relatif tinggi terhadap aktivitas Cina.
Kenaikan suku bunga AS bisa sangat besar untuk kinerja peso Filipina dan rupiah seperti yang ditunjukkan oleh korelasi negatif mereka yang relatif besar dengan hasil Treasury.
Sebagai informasi, sentimen terhadap ekonomi global membaik, tetapi risiko perlambatan tetap ada dan akan membebani mata uang Asia
Menyulutnya kembali ketegangan perdagangan, penurunan belanja konsumen AS atau kekhawatiran dampak pembalikan pemotongan pajak Presiden Donald Trump pascapemilu semua dapat berdampak pada pasar tahun depan