Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Global Bergerak Variatif Menuju Kenaikan Bulanan

Pasar saham global bergerak variatif setelah China mengungkapkan bahwa tim perunding Amerika Serikat (AS) dan China masih tetap berkomunikasi guna menyepakati poin-poin kesepakatan perdagangan “fase satu”.
Bursa MSCI Asia/Reuters
Bursa MSCI Asia/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham global bergerak variatif setelah China mengungkapkan bahwa tim perunding Amerika Serikat (AS) dan China masih tetap berkomunikasi guna menyepakati poin-poin kesepakatan perdagangan “fase satu”.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks MSCI Asia Pacific naik 0,1 persen pada perdagangan Selasa (26/11/2019) pukul 4.16 sore waktu Tokyo (pukul 14.16 siang WIB). Adapun indeks Topix Jepang naik 0,2 persen dan indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,2 persen.

Pada saat yang sama, indeks S&P 500 futures dan indeks Euro Stoxx 50 bergerak flat masing-masing.

Secara keseluruhan, seiring dengan akan berakhirnya bulan ini, bursa saham global tetap bergerak menuju kenaikan bulanan di tengah harapan bahwa kesepakatan perdagangan “fase satu” antara dua negara berekonomi terbesar di dunia itu akan segera terwujud.

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Perdagangan China mengungkapkan bahwa kedua belah pihak, via sambungan telepon pada Selasa (26/11) pagi waktu Beijing, sepakat untuk tetap melakukan komunikasi membahas poin-poin tersisa dalam kesepakatan perdagangan "fase satu".

“(Kedua negara) mencapai konsensus tentang penyelesaian masalah yang relevan dengan tepat dan setuju untuk tetap berkomunikasi membahas poin-poin yang tersisa guna mencapai kesepakatan perdagangan fase pertama,” tutur Kemendag China, seperti dikutip Bloomberg.

Percakapan ini merupakan tindak lanjut diskusi antara kedua belah pihak via telepon awal bulan ini. Kantor Perwakilan Dagang AS telah mengonfirmasikan diskusi tersebut meskipun menolak mengomentari isi dari pembahasan.

Pembicaraan mengenai kesepakatan “fase satu” telah berlanjut sejak pertama kali diumumkan pada bulan Oktober. Kedua belah pihak membuat konsesi mengenai sejumlah isu seperti impor makanan dan kekayaan intelektual.

Liu He, kepala negosiator China, pekan lalu mengatakan bahwa ia "sangat optimistis" untuk menyelesaikan kesepakatan fase pertama.

Namun, tidak adanya tenggat waktu dan komentar dari Presiden AS Donald Trump telah menimbulkan spekulasi bahwa perundingan dagang dapat berlanjut hingga tahun depan.

Jika kesepakatan fase satu tidak terwujud sebelum 15 Desember mendatang, Trump harus memilih apakah akan tetap mengenakan tarif 15 persen pada impor senilai US$160 miliar asal China atau tidak.

Hubungan antara kedua belah pihak juga diperumit dengan dikeluarkannya undang-undang melalui badan legislatif AS yang mendukung demonstran pro-demokrasi di Hong Kong.

Bursa saham Hong Kong pun terkoreksi setelah Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menahan diri dari setiap proposal baru pascapemilu distrik pada Minggu (24/11).

"Ada lebih banyak insentif kini di kedua belah pihak untuk menyelesaikan kesepakatan perdagangan dibandingkan dengan ketika pembicaraan perdagangan pertama kali runtuh pada awal tahun ini,” ujar Amy Xie Patrick, manajer portofolio di Pendal Group.

“Ini lantaran ekonomi China telah melambat lebih lanjut sejak saat itu dan di AS, Trump menghadapi kampanye pemilihan 2020,” tambah Patrick kepada Bloomberg TV di Sydney.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper