Bisnis.com, JAKARTA – Optimisme investor soal kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China mendorong mayoritas bursa saham global menguat pada perdagangan hari ini, Jumat (15/11/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix Jepang ditutup menguat 0,7 persen, indeks Hang Seng Hong Kong naik 0,1 persen, dan indeks Kospi Korea Selatan naik tajam 1,1 persen ke level tertinggi sejak Mei.
Pada saat yang sama, indeks futures Euro Stoxx 50 menguat 0,4 persen dan indeks S&P/ASX 200 menanjak 0,9 persen. Sementara itu, indeks futures S&P 500 AS naik 0,3 persen setelah indeks saham acuan S&P 500 naik tipis 0,1 persen pada perdagangan Kamis (14/11).
Dilansir dari Bloomberg, bursa saham di Seoul, Tokyo, dan Sydney serempak menguat setelah Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan perundingan mengenai kesepakatan perdagangan 'fase satu' antara AS dan China berjalan menuju tahap akhir.
Dalam suatu kesempatan selepas acara di Dewan Hubungan Luar Negeri pada Kamis (14/11/2019) malam di Washington, Kudlow mengatakan kesepakatan antara kedua belah pihak hampir tercapai meskipun belum tuntas.
“Penasihat perdagangan utama Presiden Donald Trump bertemu pada Kamis malam untuk membahas perundingan dengan China,” tutur Kudlow, yang mengepalai Dewan Ekonomi Nasional, kepada awak media.
Baca Juga
"Kami sedang berjalan menuju tahap akhir. Kami berkomunikasi dengan mereka setiap hari kini," tambahnya, seperti dilansir melalui Bloomberg.
Pada Kamis pula, pemerintah China dikabarkan mencabut larangan terhadap pengiriman unggas Amerika yang dimulai pada 2015, setelah Departemen Pertanian AS membuat keputusan serupa untuk memungkinkan pengiriman unggas China ke AS.
Kekhawatiran tentang kesulitan menyelesaikan kesepakatan ‘fase satu’ sempat mendorong reli bursa saham AS tergelincir dari rekor level tertingginya pekan ini.
Shane Oliver, kepala ekonom di AMP Capital di Sydney, membandingkan reaksi bullish pasar regional atas berita perdagangan yang positif ini dengan harapan atas kesembuhan seorang pecandu alkohol.
“Pasar ingin percaya bahwa akan ada semacam resolusi untuk masalah ini, semacam gencatan senjata setidaknya, meskipun pengalaman 18 bulan terakhir tidak memberikan banyak alasan untuk hal itu,” jelas Oliver, dikutip dari Reuters.
Namun, Oliver mengatakan ekonomi China dan AS yang lebih lemah, serta agenda pemilihan presiden AS pada tahun depan memberi tekanan kepada kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan.
Di sisi lain, pada Kamis (14/11), Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan risiko ekonomi AS untuk menghadapi pukulan dramatis sangatlah kecil. Investor selanjutnya akan menantikan data penjualan ritel AS pada Jumat (15/11) untuk mengukur kesehatan ekonomi.