Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berikut Hambatan Indonesia Sebagai Acuan Harga Komoditas

Daya beli masyarakat, sumber daya manusia, dan perkembangan teknologi dinilai menjadi salah satu hambatan bagi Indonesia untuk menjadi acuan harga komoditas dunia.

Bisnis.com, JAKARTA - Daya beli masyarakat, sumber daya manusia, dan perkembangan teknologi dinilai menjadi salah satu hambatan bagi Indonesia untuk menjadi acuan harga komoditas dunia.

Direktur Utama Jakarta Futures Exchange Stephanus Paulus Lumintang mengatakan bahwa banyak hal yang harus diperhatikan untuk mengejar impian Indonesia sebagai produsen utama beberapa komoditas, menjadi acuan harga dunia. Tidak semua komoditas yang diproduksi, harus ditentukan harganya di Indonesia.

“Indonesia memang negara yang diberkati, tetapi daya beli, sumber daya manusia, dan teknologinya belum dimaksimalkan sekali. Ini masih menjadi pekerjaan rumah kita semua,” ujar Paulus kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.

Jika berkaca dari laporan Commodity Market Outlook Bank Dunia, Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia. Di sektor komoditas karet, Indonesia menjadi produsen dan eksportir kedua terbesar di dunia, satu tingkat di bawah Thailand.

Di sektor komoditas perkebunan lainnya, seperti kopi, kakao, beras, dan teh, Indonesia masuk ke dalam daftar 10 besar produsen terbesar di dunia.

Kendati demikian, harga CPO global mengacu kepada Bursa Malaysia dan Bursa Rotterdam, sedangkan harga karet mengacu ke Bursa Tokyo, Jepang, dan juga Bursa Singapura.

Adapun, di sektor energi, Indonesia menjadi produsen batu bara terbesar keempat di dunia, tetapi menjadi eksportir terbanyak. Namun, harga batu hitam global masih mengacu ke Bursa Australia dan Bursa Belanda.

Tidak kalah, Indonesia juga menjadi produsen timah terbesar kedua setelah China, dan menjadi eksportir terbanyak di dunia. Dalam komoditas nikel pun, Indonesia juga merupakan produsen utama dunia.

Namun, perdagangan harga logam global, termasuk timah dan nikel, lebih mengacu kepada Bursa London atau London Metal Exchange (LME).

Adapun, sebagai salah satu upaya untuk mempercepat proses Indonesia menjadi acuan harga komoditas dunia yaitu dengan meluncurkan kontrak berjangka dari komoditas tersebut.

Hal tersebut dikarenakan dalam kontrak berjangka tidak hanya para pembeli dan pedagang yang ikut melakukan perdagangan, tetapi investor juga terlibat sehingga perdagangan menjadi lebih ramai dan likuid.

Dia menilai komoditas yang paling potensial untuk menjadi acuan harga komoditas dunia dalam waktu dekat adalah kopi dan minyak goreng. Namun, Paulus juga mengatakan bahwa pihaknya tidak ingin terlalu gegabah untuk mengejar impian menjadi acuan harga komoditas dunia. 

“Harus cermat dan sesuai kebutuhan. Apakah para pelaku pasar butuh kontrak berjangka tersebut, apalagi tidak hanya para trader, perdagangan juga butuh investor spekulan. Dalam setiap instrumen investasi spekulator sangat dibutuhkan,” ujar Paulus.

Dia mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan banyak studi banding dengan bursa luar negeri untuk bertukar pikiran mengenai perdagangan berjangka. Dalam waktu dekat, dia mengaku JFX akan berkunjung ke Shanghai Futures Exchange (SHFE) untuk belajar lebih lanjut, terutama terkait kontrak berjangka komoditas timah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper