Bisnis.com, JAKARTA—Mandiri Sekuritas melihat kondisi pasar modal masih menarik untuk penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) pada sisa akhir tahun ini dan tahun depan. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Adrian Joezer, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas, menjelaskan bahwa timing untuk melakukan IPO perlu mempertimbangkan sentimen global dan makroekonomi domestik. Pasalnya, investor akan melihat sentimen tersebut berpengaruh terhadap valuasi saham yang akan ditawarkan.
Namun demikian, dari sisi calon emiten juga harus dapat meyakinkan bahwa perusahaannya memang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan di sektor sejenis di dalam negeri maupun luar negeri.
“Karena investor tidak hanya melihat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sektor-sektor yang menarik. Misalnya, pemerintah ingin membangun infrastruktur baru, jadi sektor-sektor perusahaan konstruksi bisa diuntungkan,” tutur Adrian di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Menurutnya, permintaan akan selalu ada selama kondisi perusahaan yang akan IPO tersebut tetap solid.
Selanjutnya, apabila perseroan dapat meyakinkan investor bahwa pertumbuhan dan penopang bisnisnya akan solid dari sisi estimasi maka bisa menjadi pertimbangan oleh investor sebelum menyerap saham tersebut.
Baca Juga
Adapun, Mandiri Sekuritas melihat risiko utama untuk pasar modal pada sisa tahun ini dan 2020 berasal dari mengetatnya likuiditas di dalam negeri padahal kebutuhan untuk investasi meningkat.
Selain itu, perang dagang AS—China juga masih akan menjadi kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang dapat mempengaruhi investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI), aliran modal masuk asing (foreign capiral inflow), dan harga komoditas.
Primonanto Budi Atmojo, Director Head of Investment Banking Mandiri Sekuritas, menambahkan bahwa belakangan ini respons pasar sangat positif terhadap holding BUMN.
Menurutnya, holding BUMN akan menjadi lebih menarik untuk IPO ketimbang perusahaan BUMN go public secara terpisah.
“Sebagai contoh, dulu banyak karya-karya yang go public sendiri-sendiri. Ada benarnya kalau perusahaan itu semua dijadikan holding dulu di bawah satu holding, baru go public. Dari sisi skala ekonomi dan valuasi akan menjadi lebih menarik,” ujar Primonanto.