Bisnis.com, JAKARTA – Harga gas alam turun karena perkiraan untuk cuaca yang lebih dingin dari normal di Amerika Serikat mereda, sehingga memunculkan permintaan yang lebih lemah untuk bahan bakar tersebut.
Dilansir dari Bloomberg, hingga Selasa (8/10/2019) pukul 14.38 WIB, harga gas alam kontrak pengiriman November 2019 di New York Mercantile Exchange (Nymex) melemah 0,35 persen atau 0,01 poin ke posisi US$2,30 per mmBtu. Sehari sebelumnya, harga gas alam tergelincir 2,1 persen.
Para pedagang tengah menilai perkiraan cuaca, karena rekor permintaan dari luar negeri kemungkinan rentan terhadap reli jeda. Namun, booming produksi gas AS telah memacu taruhan untuk bearish serta bisa menempatkan harga pada risiko rendah.
Sebagai informasi, faktor cuaca biasa mempengaruhi harga gas alam karena penggunaannya untuk bahan bakar pembangkit listrik. Cuaca dingin dengan temperatur rendah umumnya meningkatkan permintaan untuk penghangat ruangan.
Begitu pun sebaliknya, cuaca panas dengan temperatur tinggi bisa meningkatkan permintaan untuk pendingin ruangan. Dalam situasi itu, penggunaan listrik meningkat, sehingga mendorong pembangkit listrik untuk mengonsumsi gas alam lebih banyak.
Sementara itu, perusahaan minyak dan gas China, Sinopec, melanjutkan produksi di pabrik pemrosesan utama gas alam di Sichuan, China pada bulan lalu, setelah melewati masa pemeliharaan.
Baca Juga
Pada akhir Agustus 2019, Sinopec telah menyelesaikan perawatan di fasilitas desulfurisasi di ladang gas Puguang, penghasil gas terbesar perusahaan tersebut.
Sinopec tidak memberikan tingkat produksi saat ini di Puguang. Namun, pada akhir 2018, media pemerintah melaporkan bahwa Sinopec menargetkan untuk mempertahankan produksi gas di Puguang di level 10 miliar meter kubik pada 2025.