Bisnis.com, JAKARTA—Indeks harga saham gabungan (IHSG) selama sepekan makin tak berdaya, tertekan dari sisi luar dan dalam. Namun pada akhir pekan ini, IHSG akhirnya kembali ditutup di zona hijau.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG terapresiasi 0,38% ke level 6.061 pada akhir perdagangan Jumat (4/10/2019) sekaligus mengakhiri pelemahan selama lima hari berturut-turut sebelumnya. Namun, selama sepekan ini indeks telah jatuh 2,19% dan sejak awal tahun merosot sebesar 2,15%.
Sebanyak empat dari sembilan sektor berakhir di zona hijau, dipimpin oleh sektor industri dasar dan keuangan yang masing-masing tumbuh 1,50% dan 1%.
Sementara itu, lima sektor lainnya ditutup di zona merah yang dipimpin oleh sektor aneka industri dengan penurunan 1,09%.
Investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp474,90 miliar di sepanjang hari perdagangan. Sepekan terakhir, investor asing telah melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp207,73 miliar.
Usman Hidayat, Senior Analyst PNM Investment Management, menjelaskan bahwa pergerakan pasar saham domestik tak lepas dari perkembangan isu global.
Baca Juga
“Memang secara year-to-date, Indonesia di posisi kedua terbawah pada 2019 ini di bandingkan bursa lainnya di kawasan. Penurunan ini tampaknya terjadi pada 6 bulan terakhir,” kata Usman di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Dirinya melanjutkan, bursa saham global secara umum mulai melemah sejak Maret 2019. Namun demikian, pergerakan pasar keuangan menjelang akhir tahun ini diperkirakan bisa menguat terbatas seiring dengan turunnya risiko ketidakpastian global, konsolidasi perang dagang dan geopolitik.
Sejak 6 bulan terakhir, pada periode Maret hingga September tercatat indeks melemah hingga 4,62% setelah mencetak level tinggi pada kuartal I/2019. Daalam pekan ini, IHSG bahkan sempat menyentuh level terendahnya di level 5.997.
Pada akhir 2019, PNM IM memprediksi IHSG akan rebound ke kisaran 6.400, ditopang oleh turunnya volatilitas di pasar keuangan.
Saat ini, Usman melanjutkan, volatilitas pasar saham secara year-to-date tercatat sebesar 0,7%. Adapun, tingkat volatilitas tersebut digunakan untuk mengukur kemungkinan risiko rugi per hari ketika berinvestasi di saham.
Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama menambahkan, melemahnya indeks aktivitas manufaktur atau Purchasing Managers’ Index (PMI) di Indonesia, Jepang, Inggris, AS, Jerman, dan beberapa negara lainnya di kawasan Eropa mulai membuat investor khawatir terjadinya perlambatan ekonomi global.
Adapun, data indeks PMI tersebut dirilis di bawah angka 50 yang menandakan sektor industri manufaktur belum mampu berekspansi.
“Hal ini merupakan indikasi bahwasannya perlambatan pertumbuhan ekonomi global merupakan sentimen negatif yang menghambat kinerja pergerakan indeks,” kata Nafan kepada Bisnis.
Selain itu, dinamika politik di AS seperti upaya memakzulkan presiden yang dilakukan kubu Demokrat terhadap Donald Trump ditambah isu perang dagang antara AS dan Uni Eropa turut memperburuk selera investor.
Nafan menilai penguatan IHSG pada akhir pekan ini lebih karena faktor teknilkal. Pergerakan IHSG, kata dia, mengikuti penguatan rupiah yang juga menguat karena analisa teknikal.
“Para pelaku pasar global sangat menantikan data US nonfarm payroll sehingga menyebabkan pergerakan dolar AS berpotensi stagnan yang berarti positif bagi rupiah,” tutur Nafan.