Bisnis.com, JAKARTA – PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menaikkan peringkat utang PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) menjadi idBBB+ dari posisi idBBB setelah mendapatkan dana segar US$127 juta dan Rp800 miliar.
Pefindo menilai perolehan dana segar itu memberikan kepastian terkait dengan pembayaran percepatan pelunasan beberapa utang emiten berkode saham APLN itu.
Pefindo menilai risiko pembiayaan kembali dan likuiditas APLN terkait pinjaman sindikasi sebesar Rp1,2 triliun serta Obligasi I/2014-2015 fase III sebesar Rp451 miliar dan Obligasi I/2014-2015 fase IV sebesar Rp99 miliar yang akan jatuh tempo masing-masing pada 30 September 2019, 19 Desember 2019, dan 25 Maret 2020 akan berkurang.
Perseroan juga telah mendapatkan persetujuan dalam mempercepat pelunasan Obligasi I/2014-2015 Tahap III dan Obligasi I/2014-2015 Tahap IV dari para pemegang Obligasi.
APLN dapat melakukan langkah itu karena telah mendapatkan dana dari SSG Capital Management Ltd senilai US$127 juta serta uang muka pemegang saham senilai Rp800 miliar yang akan digunakan refinancing utang yang akan jatuh tempo tersebut.
“Outlook direvisi menjadi stabil. Obligor dengan peringkat idBBB memiliki kemampuan yang memadai dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi komitmen keuangannya,” tulis tim analis Pefindo dalam keterangan resmi yang dikutip Rabu (2/10/2019).
Baca Juga
Kendati demikian, obligor pun dapat terpengaruh oleh perubahan buruk keadaan dan kondisi ekonomi. Sementara itu, tanda tambah menunjukkan bahwa peringkat yang diberikan relatif kuat dan di atas rata-rata kategori yang bersangkutan
Peringkat tersebut mencerminkan posisi bisnis APLN di industri properti, kualitas aset, dan pendapatan berulang APL yang dapat memberikan ketahanan finansial di saat kondisi pasar sedang sulit.
Pefindo berpotensi menaikkan kembali peringkat APLN jika perseroan mampu meningkatkan profil kredit secara konsisten dari prapenjualan yang kuat dari penjualan properti, serta peningkatan pendapatan berulang dari properti investasi dan aset hotel.
Hal ini untuk mengkompensasi volatilitas pendapatan dari penjualan properti. Sejak awal tahun hingga Agustus 2019, APLN baru mencatatkan marketing sales Rp1,32 triliun termasuk pajak pertambahan nilai.
Sementara itu, faktor-faktor yang membatasi peringkat adalah leverage keuangan yang tinggi menyebabkan proteksi arus kas perusahaan menjadi lemah, risiko eksekusi terkait dengan proyek reklamasi, dan karakteristik industri properti yang sensitif terhadap perubahan keadaan makro ekonomi.