Bisnis.com, JAKARTA - Yen mendapatkan dukungan untuk menguat seiring dengan investor yang tetap skeptis terkait kemungkinan kemajuan dalam pembicaraan perdagangan antara AS dan China.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (27/8/2019) hingga pukul 15.51 WIB, yen di pasar spot menguat 0,321% menjadi 105,78 yen per dolar AS.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang mayor bergerak melemah 0,15% menjadi 97,931.
Direktur NBC Financial Markets Asia Hong Kong David Lu mengatakan bahwa yen sedang memulihkan penurunannya dari perdagangan sebelumnya akibat komentar Presiden AS Donald Trump yang mengindikasikan adanya upaya untuk damai dagang dengan China.
“Namun, kedua sisi memang menunjukkan tanda ingin kembali berkompromi terhadap perdagangan yang telah panas sejak tahun lalu, tetapi tanpa aksi konkret seperti jadwal pertemuan yang belum ditentukan sehingga situasi tetap sangat tidak pasti,” ujar David, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (27/8/2019).
Ahli Strategi Valuta IG Securities Junichi Ishikawa mengatakan bahwa dolar AS sempat menguat akibat optimisme tentang kesepakatan perdagangan, tetapi saat ini pasar cenderung lebih berhati-hati.
“Masih ada begitu banyak masalah yang dapat memicu bentrokan tambahan antara Amerika Serikat dan China. Pasar obligasi juga menunjukkan investor masih agak skeptis,” ujar Junichi seperti dikutip dari Reuters, Selasa (27/8/2019).
Imbal hasil obligasi AS untuk tenor 10 tahun bergerak turun menjadi 1,5249% pada perdagangan waktu Asia. Kurva imbal hasil AS kembali terbalik karena imbal hasil tenor 2 tahun dilevel pada 1,5326%, yang umumnya dianggap sebagai tanda resesi ekonomi.
Berbicara di sela-sela KTT G7, Presiden AS Donald Trump mengatakan para pejabat China telah menghubungi mitra dagang AS dan menawarkan untuk kembali ke meja perundingan.
Komentar Trump memicu investor untuk kembali ke aset berisiko, yang pada awalnya mendorong dolar AS, melemahkan mata uang safe-haven, dan mengangkat pasar saham.
Namun, beberapa keraguan merayap ke pasar ketika juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa dia belum mendengar bahwa percakapan melalui telfon antara kedua pihak telah terjadi. Kementerian Perdagangan, yang biasanya merilis pernyataan tentang panggilan dagang, tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Aset Safe Haven
Di sisi lain, Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mengatakan bahwa dirinya terus memantau pergerakan mata uang setelah lonjakan yen baru-baru ini, menunjukkan kekhawatiran pemerintah tentang volatilitas yang berlebihan.
Aso menggarisbawahi pentingnya stabilitas dalam mata uang Jepang, yang cenderung dianggap sebagai aset safe haven yang menarik permintaan ketika pasar global bergejolak. Adapun, sepanjang tahun berjalan 2019, yen telah bergerak menguat 3,69%
Pemerintah Jepang cenderung mencoba menurunkan yen dan mencegah penguatan lebih lanjut karena dapat merusak daya saing ekspor dan melukai ekonomi Jepang yang bergantung pada ekspor.
Padahal, Pemerintah Jepang telah menjauh dari pasar mata uang sejak 2011 ketika melakukan intervensi besar-besaran untuk membendung kenaikan yen yang berlebihan terhadap dolar setelah krisis nuklir Fukushima yang dipicu oleh gempa bumi dan tsunami besar-besaran.
“Stabilitas mata uang itu penting. Kita harus mengamati dengan cermat pasar mata uang bergerak dengan rasa urgensi, ”kata Aso seperti dikutip dari Reuters.
Aso juga mengatakan volatilitas pasar baru-baru ini tidak akan mengubah posisi pemerintah untuk melanjutkan kenaikan pajak penjualan pada Oktober menjadi 10% dari 8%, kecuali guncangan ekonomi yang besar.