Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ringkasan Perdagangan 15 Agustus: IHSG Melemah Terbatas, Rupiah Terdepresiasi

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah, meskipun tertahan oleh data neraca eprdagangan bulan Juni, sedangkan rupiah melemah karena investor menghindari aset berisiko.
Rupiah dan IHSG kompak menguat dua hari beruntun Rabu dan Kamis 9 dan 10 Januari 2019
Rupiah dan IHSG kompak menguat dua hari beruntun Rabu dan Kamis 9 dan 10 Januari 2019

Bisnis.com,JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah, meskipun tertahan oleh data neraca eprdagangan bulan Juni, sedangkan rupiah melemah karena investor menghindari aset berisiko.

Seiring dengan pelemahan IHSG, bursa Asia cenderung tertekan namun bursa Hong Kong dan China berbalik menguat. Adapun sejumlah komoditas tercatat melemah.

Berikut adalah ringkasan perdagangan di pasar saham, mata uang, dan komoditas yang dirangkum Bisnis.com, Kamis (15/8/2019):

Data Neraca Dagang Tahan Pelemahan IHSG Hari Ini

Berdasarkan data Bloomberg, indeks terdepresiasi 0,16% ke level 6.257 pada akhir perdagangan Kamis (15/8/2019).

Tujuh dari sembilan sektor menetap di zona merah, dipimpin sektor tambang yang turun 1,24 persen dan finansial yang melemah 0,99 persen. Adapun sektor infrastruktur dan barang konsumsi masing-masing menguat 0,5 persen dan 0,04 persen.

Sebanyak 152 saham menguat, 251 saham melemah, dan 249 saham stagnan dari 652 saham yang diperdagangkan.

Analis Reliance Sekuritas Lanjar Nafi menjelaskan, pelemahan IHSG menjadi terbatas ditopang data aktivitas ekspor-impor dan neraca perdagangan yang lebih baik dari perkiraan.

Adapun, indeks dibuka di zona merah dan melemah lebih dari 1% pada awal perdagangan hari ini karena muncul kekhawatiran resesi global. Pasalnya, yield curveobligasi US Treasury tenor pendek dan panjang bergerak menuju zona negatif.

Bursa Hong Kong dan China Menguat di Tengah Bayang-Bayang Resesi Global

Bursa saham Hong Kong dan China ditutup menguat pada perdagangan Kamis (15/8/2019), melawan pelemahan di bursa saham lainnya di Asia.

Indeks Hang Seng ditutup menguat 0,76 persen setelah jatuh hingga 1,6 persen. Sementara itu, indeks Shanghai Composite ditutup menguat 0,25 persen. Keduanya merosot sekitar 16 persen dari level tertinggi yang dicapai pada April, terbebani oleh sengketa perdagangan AS dan aksi protes di Hong Kong.

"Pasar sangat tertekan setelah aksi jual sebelumnya, jadi kami melihat adanya rebound sementara saat ini bersama dengan beberapa kemungkinan short-covering," kata Alex Wong, Direktur Manajemen Aset di Ample Capital Ltd, seperti dikutip Bloomberg.

Penguatan bursa di China dan Hong Kong ini berbanding terbalik dengan pergerakan bursa saham lain di Asia yang melemah setelah imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun berada di bawah imbal hasil tenor dua tahun.

Investor Hindari Aset Berisiko, Rupiah Melemah

Rupiah tampak dihindari oleh investor pada perdagangan Kamis (15/8/2019) seiring dengan berkurangnya minat investor terhadap aset berisiko akibat meningkatnya kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot melemah 29 poin atau 0,2 persen ke level Rp14.274 per dolar AS pada akhir perdagangan hari ini.

Sementara itu, indeks dolar AS melemah 0,031 poin atau 0,03 persen ke level 97,956 pada pukul 15.52 WIB.

Mengutip riset PT Asia Trade Point Futures, nilai tukar rupiah cenderung terdepresiasi terhadap dolar AS, imbas kecenderungan pelaku pasar untuk kembali berlindung di balik aset-aset lindung nilai seiring dengan inversi menyusul imbal hasil obligasi untuk tenor 10 tahun lebih rendah dibandingkan dengan obligasi untuk tenor 2 tahun.

Pergerakan Harga Emas Hari Ini

Harga emas Comex untuk kontrak Desember 2019 melemah 3,8 poin atau 0,25 persen ke level US$1.524 per troy ounce.

Sebelumnya, harga emas Comex kontrak Desember 2019 dibuka di zona merah dengan penurunan 1,20 poin atau 0,08 persen di level US$1.526,60 per troy ounce.

Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan dalam publikasi risetnya bahwa turunnya imbal hasil obligasi AS memicu kekhawatiran pasar atas potensi resesi sehingga melemahkan dolar AS dan membuat pasar lebih tertarik untuk mengumbulkan aset investasi aman, termasuk emas.

“Untuk sisi atasnya, level resisten terdekat emas terlihat di level US$1.521per troy ounce, menembus ke atas dari level tersebut berpeluang memicu kenaikan lanjutan menuju US$1.526 per troy ounce sebelum membidik ke resisten kuat di US$1.532 per troy ounce,” ujar Faisyal seperti dikutip dari publikasi risetnya, Kamis (15/8/2019).

Dua Sentimen ini Membuat Harga Minyak Meluncur

 Harga minyak mentah berjangka turun 2% menuju level US$58 per barel pada Kamis (15/8/2019), memperpanjang penurunan 3% pada sesi sebelumnya, dipengaruhi oleh meningkatnya kekhawatiran resesi dan kenaikan persediaan minyak mentah Amerika Serikat.

Terhadap tanda kekhawatiran investor bahwa ekonomi terbesar dunia tersebut kemungkinan menuju resesi, membebani permintaan minyak. Sebab kurva imbal hasil obligasi US Treasury terbalik pada Rabu (14/8/2019) untuk pertama kalinya sejak 2007.

Harga acuan minyak global Brent turun 2% atau 1,20 poin ke posisi US$58,28 per barel 17:30 WIB, setelah penurunan 3% pada sehari sebelumnya. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate menurun 1,02 poin menjadi US$54,21 per barel.

“Pasar minyak telah menjadi tolak ukur kekuatan resesi. Pasar Amerika Utara tetap cukup dipasok dengan tingkat penyimpanan jauh di atas rata-rata secara historis,” kata Norbert Ruecker dari bank Swiss Julius Baer dikutip dari Reuters, Kamis (15/8/2019).

Trump Tunda Tarif untuk China, Harga Karet Menguat Tipis

Harga karet alam berjangka menguat pada Kamis (15/8/2019), menyusul langkah pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunda pengenaan tarif impor kepada produk-produk China.

Berdasarkan data Bloomberg, harga karet alam untuk pengiriman Januari 2020 di Tokyo Commodity Exchange ditutup menguat 1 poin atau 0,6% ke posisi 167 yen per kilogram, dari sesi penutupan kemarin di level 166 yen per kilogram pada Rabu (14/8/2019).

Belum lama ini, Trump menunda pemberian sanksi baru kepada produk-produk China seperti telepon pintar, komputer jinjing, dan mainan anak-anak hingga Desember. Sejatinya Trump akan mengenakan tarif bea impor baru sebesar 10% untuk produk impor asal China senilai US$300 miliar pada September mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper