Bisnis.com, JAKARTA - Setelah menyentuh level US$1.500 per troy ounce, kini emas diprediksi berpotensi untuk menguji level US$1.600 per troy ounce seiring dengan konflik perdagangan AS dan China meningkat dan kekhawatiran terjadinya resesi global.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (12/8/2019), pukul 13.02 WIB, harga emas berjangka untuk kontrak Desember 2019 di bursa Comex bergerak stabil di level US$1.508,4 per troy ounce. Sementara itu, harga emas di pasar spot bergerak stabil di level US$1.496,92 per troy ounce.
Walaupun pergerakan pada perdagangan kali ini emas cenderung stagnan, emas tetap memiliki prospek positif setelah berhasil menyentuh level psikilogis atau level tertingginya dalam 6 tahun terakhir di kisaran US$1.500 per troy ounce.
Sejumlah perusahaan keuangan internasional pun masih memperkirakan emas semakin moncer hingga akhir tahun.
Analis dari Goldman Sachs memperkiraan harga emas akan segera menembus level US$1.600 per troy ounce dalam 6 bulan mendatang, sedangkan perusahaan keuangan Citigroup mengatakan bahwa emas akan naik ke level tersebut dalam 6 bulan hingga 12 bulan ke depan.
Bahkan, Bank of America Merrill Lynch melihat harga emas berpotensi naik ke level US$ 2.000 per troy ounce dalam waktu 2 tahun, melampaui rekor harga emas sepanjang masa sebesar US$1.921,17 per troy ounce, yang dicapai di pasar spot pada 2011.
Baca Juga
Seperti yang diketahui, nilai emas sebagai aset safe haven semakin bersinar di tengah meningkatnya ketidakpastian global akibat perang dagang AS dan China serta perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Sumber: Bloomberg, per 12 Agustus 2019, 13:09 WIB
Presiden AS Donald Trump telah meningkatkan ketegangan sengketa perdagangannya dengan China dengan mengatakan akan mengenakan tarif impor 10% untuk produk China senilai US$300 miliar pada 1 September mendatang.
Selain itu, Departemen Keuangan AS secara resmi menyebut China sebagai manipulator mata uang dan Trump pun mendesak Federal Reserve untuk lebih lanjut memangkas suku bunga sehingga melemahkan dolar AS.
Presiden Sprott Inc. Whitney George mengatakan bahwa saat ini sengketa mulai beralih dari perang dagang menjadi perang mata uang yang akan menjadi katalis positif bagi emas.
"Emas adalah mata uang, tetapi itu bukan kewajiban siapa pun, jadi emas akan berada di level tertinggi ketika semua bank sentral mencoba merendahkan mata uang mereka untuk menjadi kompetitif secara global," ujar Whitney seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (12/8/2019).
Berdasarkan jajak pendapat Bloomberg, pedagang dan analis telah beralih ke posisi yang sangat bullish, dengan 69% mengharapkan kenaikan harga dan tidak ada proyeksi bearish untuk pertama kalinya sejak Maret.
Proyeksi Harga Emas (US$ per troy ounce) | ||
---|---|---|
Lembaga | 2019 | 2020 |
Landesbank Baden-Wuerttemberg | 1.400 | 1.530 |
Capital Economics Ltd | 1.350 | 1.375 |
Citigroup Inc | 1.375 | 1.370 |
Commerzbank AG | 1.400 | 1.500 |
Intesa Sanpaolo SpA | 1.358 | 1.406 |
Bank of China International UK Ltd | 1.363 | - |
Fitch Solutions | 1.300 | 1.350 |
Westpac Banking Corp | 1.356 | 1.388 |
Market Risk Advisory Co Ltd | 1.334 | 1.319 |
Sumber: Bloomberg, per 12 Agustus 2019.
Sementara itu, Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan bahwa harga emas berpotensi bergerak naik dalam jangka pendek dipicu masih tingginya permintaan terhadap aset safe haven akibat Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dirinya belum siap untuk mencapai kesepakatan dagang dengan China.
“Untuk sisi atasnya, level resisten emas terdekat terlihat di US$1.503 per troy ounce, menembus ke atas dari level tersebut berpeluang memicu kenaikan lanjutan menuju ke US$1.508 per troy ounce, sebelum menargetkan resisten kunci di US$1.514 per troy ounce,” ujar Faisyal seperti dikutip dari publikasi risetnya, Senin (12/8/2019).
Sebaliknya, lanjut Faisyal, jika bergerak turun maka level support terdekat emas berada di US$1.495 per troy ounce, menembus ke bawah dari level tersebut berpotensi mendorong penurunan lanjutan menuju US$1.490 per troy ounce sebelum menargetkan support kuat di US$1.484 per troy ounce.
Dia mengatakan, sentimen lain yang berpeluang mendorong kenaikan harga emas adalah munculnya friksi politik di Italia, yaitu mulai terpecahnya koalisi pemerintah dan permintaan penyelenggaraan pemilu lebih awal.
Ketidakpastian Brexit yang masih bergulir di pasar pun menjadi katalis positif bagi pergerakan emas.