Bisnis.com, JAKARTA - Emiten produsen minuman beralkohol, PT Delta Djakarta Tbk. mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian harga jual, setelah kenaikan cukai untuk produk minuman beralkohol efektif per 1 Januari 2019. Penyesuaian harga dilakukan untuk menjaga margin laba bersih perseroan.
Direktur Independen Delta Djakarta Ronny Titiheruw mengatakan bahwa kenaikan cukai per 1 Januari 2019 otomatis memengaruhi harga jual. Namun, perseroan akan melihat situasi pasar sebelum melakukan penyesuaian harga.
"Kami lihat situasinya. Kalau memang nanti cost-cost meningkat, tentu mau tidak mau kami harus adjustment. Tapi belum disampaikan sekarang, masih hitung-hitung," katanya.
Emiten dengan kode saham DLTA ini, memasang target konservatif pada 2019. Target ini sejalan dengan tantangan seperti banyaknya regulasi yang mempersempit ruang gerak produsen bir Anker tersebut.
Ronny menyebut, perseroan memperkirakan dapat mencapai target penjualan tumbuh 8%-9% pada tahun ini. Meski dihadapkan pada banyak tantangan, perseroan tetap berharap kinerja tahun ini dapat melampaui kinerja tahun lalu.
Dia menjelaskan, tantangan itu di antaranya dari sisi konsumen yakni daya beli. Kenaikan cukai bakal mendorong harga jual naik.
Baca Juga
Dari sisi regulasi, perseroan masih merasakan dampak dari Permendag No.6 tahun 2015 yang mengatur larangan penjualan bir di minimarket. Selain itu, banyak regulasi daerah yang membatasi ruang gerak industri bir seperti Perda pelarangan penjualan dan konsumsi minuman beralkohol di Cirebon.
"Perdanya banyak, seperti pembatasan penjualan dan kuota. Secara regulasi, itu merupakan tantangan," imbuhnya.
Jika mengacu pada realisasi 2018, perseroan mengincar penjualan sebesar Rp964,44 miliar-Rp973,37 miliar dan laba bersih Rp365,12 miliar-Rp368,50 miliar pada tahun ini.
Hingga kuartal I/2019, perseroan membukukan penjualan bersih Rp226,76 miliar atau tumbuh 1,01% secara tahunan. Namun, laba bersih tertekan 1,34% secara tahunan menjadi Rp85,66 miliar.
Pada periode tersebut, penjualan domestik turun 1,28% menjadi Rp252,66 miliar. Begitu pula, penjualan ekspor turun 69,29% menjadi Rp429,47 juta. Kenaikan penjualan didorong oleh potongan penjualan pada kuartal I/2019 sebesar Rp26,32 miliar, lebih rendah 18,59% dari kuartal I/2018 sebesar 32,33 miliar.
Sebagai informasi, pada 12 Desember 2018, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menandatangani peraturan kenaikan cukai untuk produk minuman beralkohol efektif per 1 Januari 2019. Bagi industri bir terdapat kenaikan cukai sebesar 15,4% dari yang semula Rp13.000 menjadi Rp15.000 per liter.
Ronny mengatakan, perseroan terus memperluas pasar yang dapat bertumbuh seperti daerah wisata. Perseroan melakukan penetrasi pasar ke Bali maupun Indonesia Timur.
Pada November 2018, perseroan merilis bir rendah alkohol yang diklaim mendapat apresiasi dari pasar. Pada tahun ini, perseroan belum berencana merilis produk minuman non alkohol seperti yang dilakukan pesaing.
Saat ini perseroan masih fokus pada bisnis bir karena memiliki banyak merek dengan potensi pasar yang besar. Perseroan mengalokasikan belanja modal sebesar Rp48 miliar pada tahun ini untuk meningkatkan mesin pabrik sesuai dengan standar internasional.