Bisnis.com, SURABAYA – Meski kinerja pada awal tahun tak sesuai harapan, tapi PT Semen Indonesia Tbk. tetap optimistis mampu menggenjot pertumbuhan antara 4-5 persen hingga akhir 2019, sesuai analisis industri semen dan pertumbuhan ekonomi.
Kepala Departemen Komunikasi Perusahaan Semen Indonesia Sigit Wahono mengakui penjualan semen nasional mengalami penurunan 2,2 persen pada kuartal I/2019. Untuk Jawa Timur (Jatim), penurunannya mencapai 6,3 persen.
Selama semester I/2019, di mana tingkat utilitas pabrik semen tidak tinggi akibat penurunan pasar, perseroan melakukan upaya pemeliharaan dan perbaikan sebagai antisipasi peningkatan kebutuhan semen pada paruh kedua tahun ini.
“Kondisi pasar kami di Jatim sampai April 2019, turun 9,4 persen menjadi sekitar 2,7 juta ton. Ini kemungkinan karena Januari-April ada beberapa momen khusus seperti pesta demokrasi, lalu disusul musim hujan dan Lebaran, jadi pemilik proyek menunda dan menunggu momen itu berakhir,” jelasnya, Rabu (12/6/2019).
Selain itu, lanjut Sigit, penurunan penjualan di Jatim juga disebabkan oleh persaingan industri yang sangat ketat setelah banyaknya produk pesaing yang masuk ke provinsi itu.
“Ini memang agak berat, di Jatim turun lebih tinggi dibandingkan pasar nasional karena ada pemain baru yang dulu awalnya coba-coba, lalu melihat pasar yang kompetitif mereka gencar masuk. Sehingga, persaingan lebih ketat lagi,” terangnya.
Baca Juga
Selama ini, Jatim berkontribusi sekitar 11 persen dari total penjualan nasional. Penjualan semen terbanyak ada di wilayah Jawa Barat, disusul Jawa Tengah.
Dari sisi keuangan, pada kuartal I/2019, emiten berkode SMGR ini mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 22 persen menjadi Rp8,1 triliun. Namun, hal ini tidak diikuti oleh kinerja laba yang turun 42 persen.
“Penurunan laba ini terjadi karena memang ada beban bunga yang naik cukup signifikan, 210 persen karena dampak dari akusisi SBI (Solusi Bangun Indonesia/Holcim) sehingga beban bunga kami menjadi Rp712 miliar,” jelas Sigit.
Meski demikian, pada kuartal II/2019, perseroan telah melakukan restrukturisasi utang melalui penerbitan obligasi Rp4,9 triliun, yang merupakan bagian dari obligasi lanjutan dari 2017.
“Dengan melakukan refinancing lewat obligasi, kami yakin bisa menekan beban bunga pada kinerja selanjutnya,” ucapnya.