Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kantongi Laba Rp11,6 Triliun, Tapi Semua Dipakai PLN untuk Investasi

Direktur Pengadaan Strategis I Perusahaan Listrik Negara Djoko Rahardjo Abu Manan mengklaim perseroan membukukan kenaikan penjualan secara tahunan pada 2018.
Teknisi memasang jaringan kelistrikan baru di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (21/2/2019)./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Teknisi memasang jaringan kelistrikan baru di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (21/2/2019)./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menggunakan laba bersih yang dikantongi senilai Rp11,6 triliun sebagai saldo laba ditahan untuk kebutuhan investasi perseroan.

Plt. Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Djoko Rahardjo Abu Manan mengklaim perseroan membukukan kenaikan penjualan secara tahunan pada 2018. Akan tetapi, jumlah yang dibukukan masih belum seperti diharapkan dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL).

Dia menyebut perseroan berhasil membukukan laba bersih Rp11,6 triliun pada 2018. Pencapaian itu naik dibandingkan dengan periode 2017.

Dari situ, Djoko menyebut PLN tidak memberikan setoran dividen ke negara. Pasalnya, perseroan membutuhkan dana untuk investasi.

“Dividen [ke negara] Rp 0, karena kita butuh untuk investasi. PLN investasi satu tahun butuh sekitar Rp100 triliun,” ujarnya di Kementerian BUMN, Rabu (29/5/2019).

Dia menyebut untuk kebutuhan investasi perseroan memiliki fasilitas pinjaman senilai Rp60 triliun. Akan tetapi, menurutnya masih dibutuhkan tambahan termasuk dari laba bersih perseroan periode 2018.

BELANJA MODAL

Diberitakan Bisnis sebelumnya, Direktur Keuangan PT PLN Sarwono mengungkapkan perseroan menganggarkan belanja modal sekitar Rp80 triliun hingga Rp90 triliun pada 2019. Separuh dari kebutuhan tersebut rencananya akan dipenuhi melalui fund raising atau penggalangan dana.

Fund raising sekitar Rp40 triliun hingga Rp50 triliun,” ujarnya.

Sarwono mengatakan 50% dari kebutuhan belanja modal digunakan untuk investasi pembangkit. Sisanya atau sebesar 50% digunakan untuk pengembangan transmisi dan distribusi.

Dia menjelaskan bahwa biasanya pendanaan dengan mata uang rupiah akan digunakan berinvestasi di proyek transmisi. Sementara itu, pendanaan dalam mata uang asing akan digunakan untuk pengembangan transmisi.

Terkait dengan penerbitan global bond atau obligasi global, Sarwono menyebut instrumen itu menjadi salah satu alternatif pendanaan. Pihaknya mengatakan tidak terpaku hanya kepada satu instrumen.

“Pilihan kami cukup banyak. Tidak terpaku kepada satu instrumen,” jelasnya.

Dia mengungkapkan perseroan juga memiliki opsi pinjaman perbankan baik lokal maupun global. Menurutnya, standby loan yang dimiliki mencapai Rp25 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper