Bisnis.com, JAKARTA – Harga aluminium di London berada di zona hijau pada perdagangan Jumat (17/5/2019), didukung oleh membaiknya permintaan.
Selain itu, harga logam itu juga ditopang oleh penutupan kilang alumina (bahan baku aluminium) di China, sehingga menaikkan biaya produksi. Namun, prospek pertumbuhan global yang suram memberi tekanan pada harga logam dasar.
Berdasarkan data Bloomberg, harga aluminium di London Metal Exchange ditutup menguat 0,27% atau 5,00 poin ke level US$1.860 metrik ton, Kamis (16/5/2019).
ANZ dalam catatannya menyebut, pasar aluminium tetap ketat. Diperkirakan defisit sekitar 1 juta ton pada tahun lalu, dengan masalah pasokan yang sedang berlangsung. Hal itu cenderung memerdalam defisit aluminium tahun ini.
“Permintaan aluminium di China menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Sektor-sektor utama seperti perumahan, investasi jaringan listrik, dan barang tahan lama semuanya naik tajam dalam beberapa bulan terakhir. Hanya sektor otomotif yang masih lemah,” mengutp laporan bank tersebut.
Data terakhir menunjukkan harga alumina di China utara kini telah melampaui 3.000 yuan per ton pada Kamis (16/5/2019), dan menyentuh level tertinggi sejak 10 Desember tahun lalu.
Baca Juga
Menurut data biro statistik China, sebelum penutupan kilang, produksi alumina China naik 4,2% secara (year on year) menjadi 6,28 juta ton pada April lalu. Angka tersebut merupakan raihan tertinggi sejak Juni 2017.
Sementara itu, pengadilan federal Brasil telah mencabut satu dari dua embargo produksi di kilang aluminium Alunorte Norsk Hydro. Persuahaan mengatakan, pihaknya berharap segara dapat melanjutkan operasi.
Bank Wall Street, Goldman Sachs menyatakan, langkah-langkah stimulus besar China dalam menanggapi eskalasi perang perdagangan bakal mendorong harga logam lebih tinggi.