Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Saham dan Mata Uang Global Tertekan Ulah Trump

Bursa saham pasar negara berkembang (emerging market) melemah pada perdagangan sore ini, Senin (6/5/2019), akibat tertekan bangkitnya konflik perdagangan Amerika Serikat-China.
Bisnis.com/Ilustrasi
Bisnis.com/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham pasar negara berkembang (emerging market) melemah pada perdagangan sore ini, Senin (6/5/2019), akibat tertekan bangkitnya konflik perdagangan Amerika Serikat-China.

Berdasarkan data Reuters, indeks MSCI emerging market turun 1,5 persen setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan tarif terhadap barang-barang asal China senilai miliaran dolar AS jika kesepakatan antara kedua negara tidak segera tercapai.

Trump secara dramatis meningkatkan tekanan pada China untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan mengumumkan akan menaikkan tarif impor atas produk China senilai US$200 miliar pada Jumat (10/5) pekan ini.

Trump sebelumnya menunda pengenaan kenaikan tarif menjadi 25 persen dari 10 persen terhadap barang impor China senilai US$200 miliar setelah menyetujui gencatan senjata dengan Presiden China Xi Jinping pada 1 Desember 2018 untuk memberi waktu bagi perunding kedua belah pihak menyusun perjanjian yang komprehensif.

"Kesepakatan Perdagangan dengan China berlanjut, tetapi terlalu lambat, karena mereka berusaha untuk menegosiasikan kembali. Tidak!" tulis Trump dalam Twitter.

Di tengah gejolak ini, para investor pun menghindari aset-aset berisiko dan memburu obligasi, emas, maupun aset lain yang tidak berisiko.

Sejalan dengan indeks MSCI emerging market, indeks MSCI world equity, yang melacak pergerakan indeks saham di 47 negara, turun sekitar 0,5 persen.

Pasar ekuitas bertumbangan di negara-negara berkembang, terutama di Asia, karena negosiasi untuk mengakhiri perang perdagangan antara dua negara berekonomi terbesar di dunia itu menjadi semakin meragukan.

Bursa saham China tersungkur lebih dari 6 persen dan indeks futures saham AS turun 1,6 persen. Adapun nilai tukar yuan China memimpin pelemahan di antara mata uang negara berkembang, menuju penurunan terbesarnya dalam 10 bulan.

"Pasar terjebak pada langkah yang salah karena semua pihak [sebelumnya] memperkirakan perundingan menuju ke arah yang benar dan hampir mendekati penyelesaian," ujar Daniel Lenz, pakar strategi suku bunga di Commerzbank.

“Ini benar-benar tidak terduga dan reaksinya adalah bahwa kita melihat lebih banyak aksi penghindaran risiko hari ini,” tambahnya, seperti dikutip Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper