Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempertahankan reboundnya dan menguat pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (23/4/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG menguat 0,69 persen atau 44,11 poin ke level 6.458,86 pada akhir sesi I dari level penutupan perdagangan sebelumnya. Pada perdagangan Senin (22/4), IHSG berakhir melorot 1,42 persen atau 92,48 poin di level 6.414,74.
Indeks mulai rebound dari pelemahannya dengan dibuka naik tipis 0,08 persen atau 5,42 poin di level 6.420,16 pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 6.415,45 – 6.463,14.
Seluruh sembilan sektor menetap di zona hijau, dipimpin sektor tambang (+1,58 persen), aneka industri (+1,21 persen), dan barang konsumsi (+1,07 persen).
Sebanyak 245 saham menguat, 134 saham melemah, dan 253 saham stagnan dari 632 saham yang diperdagangkan.
Saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) dan PT Bank Mayapada Internasional Tbk. (MAYA) yang masing-masing naik 1,50 persen dan 10 persen menjadi pendorong utama penguatan IHSG siang ini.
Indeks saham lainnya di kawasan Asia mayoritas ikut bergerak positif siang ini, di antaranya indeks FTSE Malay KLCI dan indeks SE Thailand yang naik 0,19 persen masing-masing.
Sementara itu, indeks Topix Jepang menguat 0,21 persen dan indeks Kospi Korea Selatan naik 0,05 persen. Meski demikian, indeks Shanghai Composite dan CSI 300 China masing-masing turun 0,36 persen dan 0,01 persen.
Dilansir Reuters, bursa saham Asia naik secara marginal saat aktivitas perdagangan sejumlah pasar saham kembali dibuka pascalibur Paskah. Kenaikan harga minyak yang tajam sejauh ini telah memberi dampak terbatas pada pasar keuangan.
Terlepas dari kenaikan harga minyak baru-baru ini, banyak investor masih berharap inflasi akan terkendali dengan baik di negara-negara berekonomi maju termasuk Amerika Serikat (AS). Dengan demikian, bank sentrak AS Federal Reserve akan mempertahankan sikap dovish-nya.
Data indikator ekonomi terbaru AS yang dirilis Senin (22/4) menunjukkan penurunan penjualan rumah yang lebih buruk dari perkiraan saat meningkatnya permintaan terbebani kurangnya properti.
“Data itu mengacu pada sikap The Fed untuk seakomodatif mungkin. Bagi investor Asia, ini adalah kabar yang baik,” ujar Jim McCafferty, kepala riset ekuitas di Nomura.