Bisnis.com, JAKARTA -- MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) cenderung bergerak terbatas jelang pelaksanaan lelang SUN, Selasa (12/3/2019).
Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan hari ini, pemerintah berencana melelang SUN dengan target penerbitan senilai Rp15 triliun dari tujuh seri yang ditawarkan kepada investor. Pelaku pasar diperkirakan masih mencermati pelaksanaan lelang sebelum kembali melakukan transaksi di pasar sekunder.
Dengan pertimbangan tersebut, harga SUN diproyeksi masih bergerak berfluktuasi dalam jangka pendek. Oleh karena itu, dirinya masih menyarankan SUN dengan tenor pendek dan menengah sebagai pilihan investasi.
"Selain itu, kami juga tetap menyarankan kepada investor untuk mencermati arah pergerakan harga SUN di pasar sekunder dengan fokus pada pergerakan nilai tukar rupiah," lanjut Made, Selasa (12/3)..
Adapun seri-seri yang menarik pada kondisi tersebut di antaranya adalah FR0069, FR0070, FR0056, FR0071, FR0073, dan FR0058.
Pada perdagangan Senin (11/3), harga SUN mengalami kenaikan di tengah pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang cukup fluktuatif. Perubahan harga yang terjadi pada peradagangan kemarin mencapai 30,5 bps dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,5 bps, yang mendorong penurunan imbal hasil sebesar 4,9 bps.
Untuk SUN seri acuan, semua serinya mengalami kenaikan harga antara 8-25 bps sehingga berdampak pada penurunan tingkat imbal hasil sebesar 2,6 bps.
Kenaikan harga tertinggi didapati pada SUN seri acuan bertenor 20 tahun, yakni sebesar 25 bps, yang mendorong imbal hasil turun 2,6 bps. SUN seri acuan dengan tenor 10 tahun dan 15 tahun juga mengalami kenaikan harga masing-masing 19 bps dan 16 bps, yang berdampak pada perubahan yield masing-masing 2,6 bps dan 1,9 bps.
Perubahan harga terendah didapati pada seri acuan bertenor 5 tahun, yakni sebesar 8 bps, yang mengakibatkan imbal hasil turun 2 bps.
Pada perdagangan awal pekan ini, pergerakan harga SUN kembali bergerak dengan kecenderungan mengalami kenaikan. Hal ini masih dipengaruhi oleh faktor nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Pada perdagangan kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cukup fluktuatif. Pada awal perdagangan rupiah sempat melemah, tetapi di tengah sesi hingga berakhirnya perdagangan mulai menguat kembali.
Penguatan terjadi akibat faktor technical rebound mengingat sepanjang pekan lalu rupiah turun 1,38%, sehingga depresiasi rupiah yang cukup dalam dan didorong oleh faktor fundamental domestik yang cukup baik akan membuat para investor tertarik. Selain itu, diperkuat juga oleh pernyataan Bank Indonesia (BI) yang berkomitmen menjaga likuiditas di pasar uang.
Kenaikan harga juga terlihat pada perdagangan SUN dengan denominasi dolar AS di tengah penguatan imbal hasil US Treasury. Harga INDO24 dan INDO29 mengalami kenaikan masing-masing 11,3 bps dan 5,8 bps, yang mendorong penurunan yield sebesar 2,4 bps ke level 3,728% dan 0,7 bps ke level 4,184%.
Harga dari INDO44 juga naik 9 bps yang berdampak pada penurunan imbal hasil sebesar 0,5 bps ke level 5,016%. Sementara itu, INDO49 mengalami penurunan harga sebesar 3 bps yang mengakibatkan yield naik 0,2 bps ke level 4,918%.
Volume perdagangan Surat Berharga Negara (SBN) yang dilaporkan mengalami penurunan dibandingkan dengan volume perdagangan sebelumnya, yakni senilai Rp14,35 triliun dari 44 seri SUN yang dilaporkan.
Volume perdagangan tertinggi SUN terjadi di seri FR0068, yakni sebesar Rp2,29 triliun dari 31 kali transaksi. Diikuti seri FR0078 dan FR0063, masing-masing sebesar Rp1,98 triliun dari 45 kali perdagangan dan Rp1,35 triliun dari 20 kali transaksi.
Untuk perdagangan Sukuk Negara, volume Project Based Sukuk terbesar didapati pada seri PBS014 senilai Rp320,21 miliar dari 13 kali transaksi. Diikuti Sukuk Negara Ritel seri SR009, yakni senilai Rp224,88 miliar untuk 51 kali transaksi.
Pada perdagangan awal pekan ini, volume perdagangan surat utang korporasi yang dilaporkan lebih kecil dibandingkan dengan volume perdagangan sebelumnya, senilai Rp969,25 miliar dari 49 seri yang diperdagangkan.
Volume perdagangan terbesar didapati pada seri Obligasi Berkelanjutan Indonesia Eximbank IV Tahap I Tahun 2018 Seri A (BEXI04ACN1), yakni senilai Rp110 miliar dari 4 kali transaksi. Diikuti Obligasi Berkelanjutan III FIF Tahap III Tahun 2018 Seri B (FIFA03BCN3) dan seri Obligasi Berkelanjutan IV Mandiri Tunas Finance Tahap I Tahun 2019 Seri A (TUFI04ACN1), masing-masing Rp100 miliar dari 4 kali transaksi dan Rp74 miliar untuk 3 kali transaksi.
Di sisi lain, rupiah menguat 24 pts ke level Rp14.291 per dolar AS. Rupee India (INR) memimpin penguatan mata uang regional setelah naik 0,37%, diikuti won Korea Selatan (KRW) dan rupiah (IDR) masing-masing 0,22% dan 0,17%.
Sebaliknya, pelemahan terdalam terjadi pada yen Jepang (JPY) sebesar 0,06%. Diikuti renminbi China (CNY), dolar Singapura (SGD), dan dolar Taiwan (TWD), masing-masing sebesar 0,04%, 0,04%, dan 0,02%.
Sementara itu, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun dan 30 tahun ditutup menguat masing-masing 1,8 bps dan 1 bps ke level 2,659% dan 3,041%. Kenaikan ini terjadi di tengah kondisi pasar saham AS yang juga naik.
Indeks NASDAQ ditutup menguat 202 bps ke level 7558,06 dan indeks DJIA menguat 79 bps ke level 25650,88.
Pasar obligasi Inggris (Gilt) ditutup melemah di semua tenor, di mana tenor 10 tahun dan 30 tahun masing-masing turun ke level 1,178% dan 1,687%. Namun, obligasi Jerman (Bund) ditutup naik di semua tenor, di mana tenor 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun masing-masing naik ke level 0,071%, 0,444%, dan 0,73%